Jumat 04 May 2012 09:09 WIB

Darmaji: Dahar Lima Bayar Hiji

Panitia menunjukan stiker bertema kejujuran yang dibagikan saat Deklarasi Koalisi Masyarakat Pendukung Kejujuran di aula Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (16/6). Acara deklarasi tersebut terinspirasi dari kejujuran Siami.
Foto: Antara/Fanny Octavianus
Panitia menunjukan stiker bertema kejujuran yang dibagikan saat Deklarasi Koalisi Masyarakat Pendukung Kejujuran di aula Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (16/6). Acara deklarasi tersebut terinspirasi dari kejujuran Siami.

REPUBLIKA.CO.ID, Zaman sekolah dulu, sering kali kita mendengar guyonan yang diangkat dari kejadian nyata tentang istilah Darmaji atau dahar lima ngaku hiji yang artinya makan lima tetapi ngakunya satu.

Kejadian ini juga pernah dikeluhkan oleh kang Abbas tukang bala-bala (bakwan) di samping sekolah saya dulu. Bahkan Komisi Pemberantasan Korupsi untuk mendidik masyarakat dalam bertindak jujur dari mulai usia SD membuat warung yang dinamakan warung kejujuran.

Sistemnya mirip warung-warung makan model swalayan. Pembeli mengambil sendiri menu yang diinginkan, lalu membayar kepada kasir. Bedanya warung kejujuran ini tidak ada kasir. Kasirnya diganti kotak uang brangkas dari toples plastikk yang transparan. Yang mengambil makanan atau minuman, menyerahkan uang ke kotak. Kalau ada uang kembali dia mengambil sendiri.

Seorang sahabat berbicara kepada saya bahwa seluruh masalah akan selesai jika saja seluruh orang bertindak jujur. Jujur dalam artian luas yaitu berpikir jujur, berkata jujur dan berperilaku jujur. Dengan satu sifat saja mungkin kita tidak perlu KPK, tidak perlu Crime Scene investigation, tidak perlu juga alat pengintai seperti kamera CCTV, atau seorang mandor buruh pekerja ataupun bahkan polisi pengatur lalu lintas. Tetapi mengapa sifat jujur ini sangat sulit untuk dijalankan? Apalagi secara istiqomah dan berjamaah?

Sesuatu yang murni itu sulit, kita dapat memahami murni dari kata ikhlas, dan buah keikhlasan itu salah satunya adalah jujur, karena itu jujur merupakan sifat yang terpuji.

Allah dan Rasul-Nya memuji orang-orang yang mempunyai sifat jujur dan menjanjikan balasan yang berlimpah untuk mereka. Sebagaimana Rasullullah SAW bersabda, “Senantiasalah kalian jujur, karena sesungguhnya kejujuran itu membawa kepada kebajikan, dan kebajikan membawa kepada surga. Seseorang yang senantiasa jujur dan berusaha untuk selalu jujur, akhirnya ditulis di sisi Allah sebagai seorang yang selalu jujur. Dan jauhilah kedustaan karena kedustaan itu membawa kepada kemaksiatan, dan kemaksiatan membawa ke neraka. Seseorang  yang senantiasa berdusta dan selalu berdusta, hingga akhirnya ditulis di sisi Allah sebagai seorang pendusta.” (HR.-Bukhari dan Muslim)

Jujur artinya keselarasan antara yang terucapkan dari lisan dengan tindakannya. Jadi, kalau suatu berita sesuai dengan keadaan yang ada, maka dikatakan benar/jujur, tetapi kalau tidak, maka dikatakan dusta.

Kejujuran itu tidak hanya ada pada ucapan, tetapi juga ada pada perbuatan. Seseorang yang berbuat riya’ tidaklah dikatakan sebagai seorang yang jujur, karena dia telah menampakkan sesuatu yang berbeda dengan apa yang dia inginkan (atau sembunyikan di dalam hatinya).

Begitu pula dengan menipu, mencuri, berbohong, ingkar, yang pada akhirnya secara luas kita dapat mengatakan dengan segala bentuk perilaku yang merugikan orang lain ; itulah sifat yang tidak jujur. Pendek kata, kejujuran merupakan sifat seorang yang beriman, sedangkan lawannya, dusta, merupakan sifat orang yang munafik. Dan disebutkan dalam sebuah hadist shahih bahwa ciri-ciri orang munafik ada tiga: pertama, apabila ia berbicara ia berdusta; kedua, apabila ia berjanji ia mengingkari; ketiga, apabila diberiamanah ia berkhianat. (HR. Muslim)

Dalam kasus Darmaji di atas, secara motif mungkin hanya keisengan belaka. Tetapi semoga keisengan ini tidak lagi terulang pada anak-anak sekolah saat ini. Dan jika kita merasa menjadi salah satu anak genk Darmaji (dahar lima ngaku hiji) segeralah meminta maaf dan mengganti sebanyak yang kita ingat atau lebih baik lebihkanlah, mumpung selagi masih ada kesempatan.

Dan semoga Abbas sang tukang bala-bala rela memaafkan. Aamiin Ya Rabbal Al Amin.

Tidaklah lebih baik dari yang menulisataupun yang membaca, karena yang lebih baik di sisi ALLAH adalah yang mengamalkannya.

Ustaz Erick Yusuf: pemrakarsa Training iHAQi (Integrated Human Quotient)

twitter@erickyusuf

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement