Kamis 03 May 2012 21:02 WIB

Huda Hodge (1): Konsep Tiga Tuhan Membingungkan

Rep: Agung Sasongko/ Red: Ajeng Ritzki Pitakasari
Wanita Muslim Berdoa
Foto: Guardian
Wanita Muslim Berdoa

REPUBLIKA.CO.ID, SAN FRANCISCO--Huda Dodge lahir dan besar di pinggiran kota Bay Area, San Anselmo. Ia tumbuh dan besar dalam keluarga Kristen. Ayahnya seorang Presbiterian dan ibunya penganut Katolik membuat Huda cukup aktif menghadiri layanan gereja saat usianya masih belia.

 

Ketika 14 tahun, Huda sudah membantu istri pendeta untuk mengajak di sekolah minggu. Pada jenjang sekolah menengah, ia bahkan mendirikan kelompok pemuda gereja dengan merekrut empat temannya. Ini merupakan kelompok Presbistarian pertama yang dibentuk Huda. Selanjutnya, ia menjadi anggota kelompok Prebistarian yang lebih besar.

Bersama kelompoknya itu, ia kerap melakukan perjalanan menuju Meksiko. Disana, Huda bersama teman-temannya itu mempelajari Alkitab, berdiskusi tentang masalah ketuhanan dan mengumpulkan dana untuk amal.

Dalam diskusi tersebut, Huda mengikuti perdebatan serius tentang apa yang terjadi pada orang-orang yang hidup sebelum Yesus datang. Mereka juga mendiskusikan tentang mengapa Allah yang penuh kasih dan penyayang membutuhkan pengorbanan Yesus untuk mengampuni dosa manusia. Juga, bagaimana bisa satu tuhan terwujud dalam tiga sosok berbeda. "Tetapi tidak ada jawaban yang tepat terkait masalah tersebut," kenang Huda.

Pertanyaan itu terus terpendam dalam pemikiran Huda. Pertanyaan itu ia bawa saat menghadiri kamp musim panas. Tetap saja, ia belum mendapatkan jawaban yang sesuai dengan logika berpikir.

Kegelisahan pun semakin menjadi, ketik usai kembali dari kamp musim panas, berjuta pertanyaan terendap tanpa ada jawaban yang memuaskan. "Aku suka menghabiskan waktu untuk merenungkan pemikiran tentang Yesus. Nyatanya, ajaran gereja membingungkan ku," ungkap dia.

Memasuki jenjang pendidikan tinggi, masih belum juga ia menemukan jawaban atas pertanyaannya. Kesibukannya sebagai mahasiswa sempat membuatnya lupa akan pertanyaan itu. Ia pun kian aktif dalam kegiatan sosial dengan mengajar privat siswa yang berasal dari Amerika Tengah. Ia undang mahasiswa dari seluruh dunia, seperti Prancis, Jerman dan Swedia untuk datang ke rumahnya.

Selanjutnya, Huda mengambil pekerjaan sebagai relawan di San Francisco (distrik Tenderloin) untuk mengajarkan bahasa Inggris kepada pengungsi perempuan. Di kelas, Huda bertemu dengan Fatimah dan Maysoon, dua janda muslim berdarah Cina dari Vietnam. Bersama keduanya, komunikasi belum terbangun lantaran kendala bahasa. Bahasa tubuh pun menjadi andalan untuk memperlancar komunikasi di antara mereka. "Dari pengalaman ini, aku terhubung dengan dunia luar," kata dia.

Selanjutnya, Huda ambil bagian dalam kelompok diskusi yang melibatkan mahasiswa internasional. Dalam kelompok itu, Huda berkenalan dengan dua mahasiswa Jepang, satu orang mahasiswa Italia dan Palestina. Interaksi antar mereka pun terbangun. Masing-masing menceritakan pengalamannya. Disinilah, Huda berkenalan dengan Islam.

Saat mendengarkan Faris, mahasiswa Palestina, bercerita Huda merasa terkejut. Ia mengingatkan Huda dengan muslim yang dahulu ia kenal seperti Fatima dan Maysoon. Dari cerita Faris, Huda merasa ada sesuatu yang asing tetapi menarik untuk disimak. Ia tidak begitu paham tentang Islam, karena ia tidak pernah tahu apa itu Islam. "Aku pun mulai belajar tentang Islam. Semakin aku mendalaminya, aku semakin tertarik untuk lebih mengenal Islam," kata dia.

Sayangnya kelompok itu dibubarkan. Toh itu menghalangi Huda untuk berhenti mengenal Islam. Ia pun mengambil mata kuliah studi Islam. Saat mengikuti kelas itulah, pertanyaan yang terjawab dalam diri Huda berangsur-angsur terbuka. "Islam tidak mengenal pengorbanan Yesus bagi manusia. Tapi Islam membahas hal itu. Yang menarik lagi, Islam juga bercerita bahwa Yesus itu adalah Nabi, seperti nabi sebelumnya, Yesus mengajarkan pesan yang sama yakni percaya pada satu Tuhan," kata dia. (bersambung)

sumber : islamtomorrow.com
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement