Jumat 20 Apr 2012 19:10 WIB

Muslim Satu Suara Jungkalkan Sarkozy

Rep: Agung Sasongko/ Red: Chairul Akhmad
Muslim Prancis kerap mengalami perlakuan diskriminatif dari pemerintah.
Foto: AP
Muslim Prancis kerap mengalami perlakuan diskriminatif dari pemerintah.

REPUBLIKA.CO.ID, PARIS – Komunitas Muslim Prancis kemungkinan besar akan satu suara untuk menjungkalkan Nicholas Sarkozy dalam pemilihan Presiden.

Hal itu disampaikan Sosiolog Institut Studi Dunia Arab dan Muslim, Francoise Lorcerie. "Mereka (Muslim) tidak tahan lagi. Mereka muak dengan perdebatan tentang masalah identitas nasional, daging halal, dan diskriminasi lainnya," kata dia seperti dikutip Washingtontimes, Jum'at (20/4).

Menurut Lorcerie, kesabaran Muslim tentu ada batasnya. Apalagi mereka secera terus menerus ditekan dengan isu terorisme, imigrasi dan lainnya. Bahkan, Muslim yang menetap di Banlieues, kawasan kumuh Prancis, merasakan tindak ketidakadilan yang kentara. "Situasi kian memburuk setelah tragedi Mohammed Merah," ujarnya.

Presiden Asosiasi Pekerja AC Le Feu, Mohammed Mechmache, mengatakan tragedi Merah menandakan bagaimana perlakuan Prancis terhadap Muslim. Oleh pemerintah, ia dianggap bukan warga Prancis. Padahal ia lahir di Prancis. "Mereka (pemerintah) sudah lupa dengan warganya," kata dia.

Mechmache mengatakan, warga Banlieues membutuhkan pendidikan dan pekerjaan, bukan sebuah perjuangan Islam. Tingkat pengangguran begitu tinggi, yakni di atas 45 persen. "Ada begitu banyak kekecewaan, penipuan dan janji-janji yang tidak terpenuhi. Jika memang perhatian, mereka memiliki kesempatan untuk mengubah nasibnya," ujar dia.

Seperti diberitakan, Muslim Prancis mulai gerah menjadi komoditas politik dalam perebutan posisi puncak negara itu. "Kami adalah Muslim. Kami adalah orang Prancis. Tapi setiap hari, kami diserang, dihina dan diperlakukan seperti teroris atau alien," ungkap Blogger Muslim, Fateh Kimouche.

Fateh mengatakan Prancis telah mendidik para Muslim sehingga memiliki energi dan antusiasme. Muslim pun memiliki pemikiran, bisnis dan uang. Ia menyayangkan para politisi tua tidak menyadari hal itu.

"Sarkozy dan Le Pen memanfaatkan isu ini karena mereka tidak memiliki solusi atas persoalan ini. Apa yang mereka gembar-gemborkan merupakan bentuk keputus-asaan dua ekor anjing gila yang tidak mau saling mengalah," ketus pakar filsafat politik ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement