Kamis 19 Apr 2012 21:07 WIB

Dana Talangan Haji, Bolehkah?

Rep: Nashih Nashrullah/ Red: Heri Ruslan
Jamaah haji ibarat semut mengelilingi Kabah, Senin (7/10)
Foto: AP
Jamaah haji ibarat semut mengelilingi Kabah, Senin (7/10)

REPUBLIKA.CO.ID, Sejak 2004, Kementerian Agama memberlakukan sistem pembayaran setoran awal untuk biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH). Para calon jamaah (calhaj) menyetorkan dana mereka ke 27 bank penerima setoran (BPS) awal. Hingga akhir Februari, ditaksir jumlah dana setoran itu terkumpul Rp 38 triliun.

Sebagian BPS menggulirkan program dana talangan BPIH. Calhaj diberi kemudahan oleh sejumlah lembaga keuangan resmi berupa dana talangan. BPIH calhaj dipenuhi oleh lembaga yang bersangkutan agar mendapat nomor antrean. Di kemudian harinya, nasabah tersebut membayarnya dengan mengangsur. Bolehkah praktik dana talangan itu dijalankan oleh bank? Bagaimana prinsipnya?

Mengutip buku Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI), lembaga keuangan syariah (LKS) bila diperlukan dapat membantu menangani pembayaran BPIH nasabah dengan menggunakan prinsip qardh. Qardh adalah pinjaman yang diberikan kepada nasabah (muqtaridh) yang memerlukan. Konsekuensinya, nasabah tersebut berkewajiban mengembalikan jumlah pokok yang diterima pada waktu yang telah disepakati bersama. Hukum transaksi qardh sendiri diperbolehkan.

Ada banyak teks yang menguatkan diperbolehkannya talangan haji dengan prinsip qardh. Allah SWT berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya.” (QS al-Baqarah [2]: 282).

Hadis riwayat Tirmidzi dari Amr bin ‘Auf juga menjadi landasan. Rasulullah SAW bersabda, “Perdamaian dapat dilakuukan di antara kaum Muslimin, kecuali perdamaian yang mengharamkan halal atau menghalalkan haram, dan kaum Muslimin terikat dengan syarat mereka, kecuali syarat yang mengharamkan halal atau menghalalkan haram.”

Dari manakah lembaga penalang BPIH itu memperoleh dana? Masih di buku yang sama disebutkan, dana qardh yang dijadikan talangan diperoleh dari bagian modal atau keuntungan lembaga yang disisihkan. Bisa juga dana berasal dari lembaga lain atau individu yang memercayakan penyaluran infaknya ke bank yang bersangkutan.

Imbalan jasa

Lantas, bolehkah bank pemberi talangan mengambil imbalan jasa selama proses pengurusan? Menurut DSN-MUI, bank yang bersangkutan boleh mengambil fee. Praktik mengambil jasa atas pengurusan haji oleh bank merujuk pada prinsip al-ijarah. Besar imbalan jasa tidak boleh didasarkan pada jumlah talangan qardh dari LKS. Jasa tersebut juga tak boleh dipersyaratkan dengan pemberian talangan haji.

Terdapat banyak dalil yang dipergunakan sebagai landasan diperbolehkannya mengambil fee itu dengan merujuk prinsip ijarah. Allah SWT berfirman, “Salah seorang dari kedua wanita itu berkata, ‘Ya, bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita) karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya." (QS al-Qashash [28]: 26).

Hadis riwayat Abd ar-Razaq dari Abu Hurairah dan Said al-Khudri juga menyatakan demikian. Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa yang mempekerjakan pekerja, beritahukanlah upahnya.”

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement