REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Heri Ruslan
Dalam hukum waris Islam, setiap pribadi, baik itu laki-laki atau perempuan, berhak memiliki harta benda.
Waris berasal dari bahasa Arab warisa-yarisu-warsan atau irsan/turas yang berarti mempusakai. Menurut Muhammad Thaha Abul Ela Khalifah dalam Ahkamul Mawarits: 1.400 Mas’alah Miratsiyah, waris berarti berpindahnya harta dari orang yang meninggal kepada yang masih hidup (ahli waris).
Rasulullah SAW sangat menganjurkan umatnya untuk mempelajari dan mengajarkan ilmu waris. Rasulullah SAW bersabda, Pelajarilah ilmu waris dan ajarkan, karena ilmu waris merupakan separuh ilmu. Ilmu waris adalah ilmu yang mudah dilupakan dan yang pertama kali dicabut dari umatku. (HR Ibnu Majah dan Daruquthni).
Ilmu waris merupakan salah satu ilmu dalam Islam yang memiliki tingkat kesulitan tinggi, terutama bagi masyarakat awam, ujar Muhammad Thaha. Hingga kini, banyak umat Islam yang tak memahami ilmu waris Islam. Sehingga, kita kerap mendengar sebuah keluarga bertengkar atau saling menggugat di pengadilan demi berebut hak waris.
Dalam hadis yang diriwayatkan Imam Ahmad, Nabi Muhammad bersabda, sekitar 14 abad yang lalu telah memprediksi bahwa pembagian masalah waris bisa menimbulkan pertengkaran. Untuk itu, Islam sebagai agama yang sempurna telah mengatur dan mengajarkan tata cara pembagian harta waris secara rinci.
Islam mengatur hubungan manusia dengan sesamanya, baik dalam skala kecil maupun besar, menurut Dr Moch Dja’far dalam Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, termasuk di antaranya tekait pembagian warisan. Menurut dia, ajaran Islam berupaya mengganti pola kewarisan yang berlaku di zaman Jahiliyah dengan pola kewarisan yang lebih adil.
Menurut Moch Dja’far, dalam hukum waris Islam, setiap pribadi, baik itu laki-laki maupun perempuan, berhak memiliki harta benda. Kaum wanita, selain berhak memiliki harta benda, juga berhak mewariskan dan mewarisi sebagaimana laki-laki.
Sistem pembagian waris yang diajarkan Islam itu lebih adil jika dibandingkan dengan yang diterapkan masyarakat Arab di zaman Jahiliyah. Pada masa itu, bukan hanya tak bisa mewarisi dan mewariskan, kaum wanita tak diperbolehkan memiliki harta benda, kecuali wanita-wanita dari kalangan elite. Bahkan, pada masa itu, wanita menjadi sesuatu yang diwariskan. Allah SWT dalam Alquran surah an-Nisa ayat 19 menegur kebiasaan orang-orang Arab yang suka mewarisi perempuan dengan paksa.
Hukum waris Islam secara rinci mengatur siapa saja yang berhak, siapa yang tak berhak, dan ukuran atau bagian yang harus diterima setiap ahli waris. Menurut Ensiklopedi Islam, ketentuan pembagian waris itu telah tercantum dalam sumber hukum Islam yang paling utama, yakni Alquran.
Sehingga mempunyai kekuatan hukum tertinggi karena sifat turunnya ayat-ayat itu tak diragukan dan pasti, ujar Muhammad Thaha. Terlebih, ayat-ayat tentang waris begitu jelas dan tak memerlukan penafsiran lain. Ayat-ayat tentang waris terutama terdapat dalam surah an-Nisa ayat 7, 8, 11, 12, dan 176.
Seperti halnya ibadah-ibadah yang ada dalam ajaran Islam, waris pun dilengkapi dengan syarat dan rukun. Syarat waris itu, antara lain, pewaris (yang wafat), ahli waris (yang hidup), dan tak ada penghalang dalam mendapatkan warisan.
Rukun-rukun waris, kata Muhammad Thaha, juga terdiri atas tiga, yakni orang yang meninggal, ahli waris, dan harta yang diwariskan. Ketiga perkara ini merupakan perkara penting yang harus ada dalam sebuah proses pewarisan, tuturnya. Rasulullah SAW melunasi semua utangnya terlebih dahulu sebelum melaksanakan wasiat.