REPUBLIKA.CO.ID, TASKHENT -- Aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) Uzbekistan, Yelena Urlayeva, memutuskan untuk memeluk Islam sepulangnya dari Turki. Namun, putusan itu oleh sejumlah pihak dinilai lain.
Yelena mengalami tekanan sehingga menimbulkan masalah pada mentalnya.
Tuduhan itu dibantah pemimpin partai erk, Muhammad Saleh. Menurutnya, keputusan Yelena memeluk Islam karena keinginannya sendiri tanpa ada paksaan ataupun tekanan. "Putusannya memeluk Islam tidak ada hubungannya dengan gangguan mental," ungkap dia, seperti dikutip uznews.net, Selasa (10/4).
Karena itu, Saleh mengaku terkejut ketika mengetahui Yelena dimasukan ke rumah sakit jiwa setelah pulang dari Turki. Padahal kondisi fisik dan psikis Yelena terbilang normal. Hanya saja, ia sedikit emosional saat mengetahui kondisi terkini negeri kelahirannya.
"Dia menangis dan mengatakan betapa masyarakat Turki bebas beraktivitas. Sementara, saat kembali ke negaranya ia merasa seperti mendatangi neraka," papar Saleh.
Dikatakan Saleh, Yelene mengunjungi Turki atas undangannya pada 27 Meret-1 April. Selama kunjungannya, Yelena banyak berdiskusi dengan dirinya terkait masa depan Uzbekistan. Tak lama, ia memutuskan untuk memeluk Islam, dan mengubah namanya dari Yelena menjadi Maryam.
"Tidak ada tekanan padanya. Ia menjadi muslim tanpa ada intervensi dari siapapun," katanya.
Akan tetapi, setelah kembali ke Uzbekistan, Yelena berperilaku aneh. Yelena sering memaki Barat dengan sebutan "Setan". Ia bahkan membuang dokumen tentang pelangaran HAM di UZbekistan.
Kondisinya semakin memburuk dari hari ke hari. Ia selalu berteriak "Allah Akbar". Oleh keluarganya, Yelena dibawa ke rumah sakit jiwa untuk penanganan intensif. "Saya pikir kegiatannya sebagai aktivis dan muslim tidak bertentangan," katanya.
"Yang mengejutkan saya, ada kabar bahwa saya membius Yelena. Tapi saya tidak percaya, bahwa Yelena mengatakan hal itu kecuali langsung dari mulutnya," ungkap dia.
Saleh mengaku telah mengenal Yelena cukup dekat. Memang ia menyarankan Yelena untuk dibius saat mendarat di Taskhent. Hal itu dilakukan guna menghindari aparat berwenang Uzbekistan. "Kita tahu, aparat menggunakan cara-cara kejam terhadap lawan-lawan politik pemerinta," pungkasnya.