REPUBLIKA.CO.ID, TASHKENT — Para pakar internasional dari berbagai negara berkumpul di Uzbekistan pekan ini untuk meninjau perkembangan salah satu proyek terpenting dalam studi dan pelestarian peradaban serta warisan Islam. Lebih dari 200 pakar dari Uzbekistan dan berbagai negara berpartisipasi dalam diskusi ini, termasuk perwakilan dari IRCICA, Liga Dunia Islam (World Islamic League), TURKSOY, perpustakaan dan arsip nasional, Institut Manuskrip Oriental Akademi Ilmu Pengetahuan Rusia, Universitas Oxford, rumah lelang Christie’s, serta berbagai lembaga terkemuka lainnya.
Pusat budaya baru di Tashkent, ibu kota Uzbekistan, ini digagas oleh Presiden Shavkat Mirziyoyev dengan misi melestarikan, meneliti, serta memperkenalkan warisan intelektual dan artistik peradaban Islam kepada dunia. Dalam kunjungan terbarunya, Presiden Mirziyoyev menekankan pentingnya visi jangka panjangnya.
“Pusat ini akan melayani masyarakat kita selama berabad-abad, dan setiap ukirannya akan menjadi bagian dari sejarah,” ujarnya.
Presiden Mirziyoyev menggambarkan proyek ini sebagai inisiatif budaya sekaligus spiritual. “Melalui Pusat Peradaban Islam, kami ingin menunjukkan bahwa agama kita adalah agama yang penuh kebaikan, humanis, dan pencerahan.”
Dalam pidatonya di Sidang Umum PBB pekan ini, beliau juga menegaskan komitmen Uzbekistan untuk mendorong toleransi sosial dalam masyarakat dan menyebarkan gagasan pencerahan Islam ke seluruh dunia.
Segera dibuka, Pusat Peradaban Islam (Center for Islamic Civilization atau CIC) merupakan simbol identitas nasional sekaligus undangan bagi dunia untuk menyaksikan kontribusi Asia Tengah dalam pembentukan peradaban global. Menjelang peresmian, dewan yang beranggotakan ilmuwan terkemuka, pakar museum, dan ahli dari berbagai negara tengah berkumpul pada 26-27 September. Pertemuan ini membahas capaian dan arah pengembangan proyek besar tersebut, yang diharapkan akan menjadi pusat pengetahuan dan dialog budaya.
Pusat Peradaban Islam ini berdiri di jantung bersejarah Tashkent, di sebelah kompleks Hazrati Imam. Bagian paling sakral dari bangunan ini menyimpan Mushaf Utsmani (Uthman Qur'an), salah satu manuskrip Al-Qur’an tertua di dunia yang telah diakui UNESCO dalam daftar Memory of the World Register, sebuah pengakuan tertinggi untuk artefak warisan dunia.
Ditampilkan di dalam aula segi delapan di bawah kubah utama setinggi 65 meter, ruang ini akan menjadi pusat yang menciptakan suasana sakral bagi seluruh museum, juga sebagai tempat yang merefleksikan iman, ilmu pengetahuan, dan pencerahan. Mengelilingi ruang inti yang sakral ini, akan ada empat galeri tematik yang menyajikan kisah dan pengetahuan dari berbagai perspektif.
- Warisan Pra-Islam
Menelusuri jejak peradaban kuno dari Khwarezm, Bactria, Sogdiana, hingga Chach (abad ke-6 SM), bagian ini memperkenalkan proses urbanisasi awal, kemajuan metalurgi, serta warisan spiritual seperti tradisi Zoroastrian yang mewarnai kehidupan masyarakat kala itu.
- Renaisans Pertama (abad ke-8 hingga abad ke-13)
Bagian ini menampilkan masa keemasan luar biasa ketika para cendekiawan seperti al-Khwarizmi, al-Fergani, Ibn Sina, dan al-Biruni membawa terobosan besar dalam matematika, astronomi, kedokteran, dan filsafat. Penemuan mereka menjadi landasan ilmu pengetahuan bagi generasi berikutnya di seluruh dunia.
Pada periode ini pula, ilmu hadis dan teologi Islam berkembang pesat, membentuk kehidupan spiritual dan intelektual kawasan ini. Tokoh-tokoh besar seperti Imam al-Bukhari dan Imam at-Tirmidhi menghimpun serta menyusun hadis-hadis sahih Nabi Muhammad SAW, yang kemudian menjadi pijakan bagi pemikiran hukum dan etika Islam. Para teolog seperti al-Maturidi mengembangkan ilmu kalam (teologi rasional yang memadukan iman dan akal) dan meletakkan dasar aliran pemikiran yang berpengaruh hingga kini.
- Renaisans Kedua (abad ke-15)
Era Timuriyah kembali dihidupkan melalui galeri yang merekonstruksi observatorium Ulugh Beg dan menghadirkan kisah para ilmuwan serta filsuf besar yang memberi sumbangan penting bagi sejarah peradaban. Proyeksi digital akan menonjolkan peran Samarkand sebagai pusat intelektual dunia Islam pada masanya.
- Uzbekistan Modern
Era fondasi bagi kebangkitan baru (renaissance) yang tengah lahir memadukan warisan sejarah, program reformasi visioner Presiden Mirziyoyev, serta arah strategis baru bagi negara ini. Semuanya hadir untuk menampilkan kemajuan dalam pendidikan, dialog antar agama, dan pembangunan berkelanjutan. Di sini, sejarah bertemu inovasi, merefleksikan visi Uzbekistan yang ingin membangun masa depan berpusat pada manusia dan penuh terobosan.
Pembukaan Pusat Peradaban Islam (CIC) pada musim gugur ini menjadi puncak dari rangkaian panjang upaya Uzbekistan memulangkan kembali warisan budayanya dari berbagai penjuru dunia. Seluruh kisah repatriasi ini akan ditampilkan secara luas di pusat tersebut.
Musim panas lalu, Uzbekistan berhasil membawa pulang fragmen Al-Qur’an Kufi abad ke-9, keramik era Timuriyah, serta naskah asli karya Ibnu Sina dan al-Biruni yang sebelumnya berada di sebuah koleksi pribadi Eropa. Koleksi lain yang kembali diperoleh termasuk belati India, gagang giok, kain langka Sogdiana yang kini menjadi koleksi terbesar di dunia, serta koleksi koin Asia Tengah terbesar di dunia. Di antaranya juga terdapat 21 potongan kain dengan berbagai ukuran, empat jubah lengkap, serta bejana perak indah hasil karya pengrajin Sogdiana.
Pada bulan Mei, CIC juga berhasil memulangkan koleksi perhiasan Seljuk dari London, yang sebelumnya hilang dan sempat akan dilelang di rumah lelang Christie’s. Koleksi langka ini terdiri atas 35 perhiasan seperti cincin, anting, gelang, rantai, dan kait yang dibuat dengan keterampilan luar biasa. Benda-benda ini akan dipamerkan bersama miniatur “Masnavi” karya Rumi, pakaian pribadi, dan senjata para keturunan Babur, termasuk mantel milik Babur sendiri yang dihiasi kaligrafi ayat-ayat Al-Qur’an.
Komunitas ilmiah internasional mengapresiasi peran penting Presiden Mirziyoyev, yang pada tahun 2017 untuk pertama kalinya menyampaikan gagasan pendirian Pusat Peradaban Islam di mimbar PBB dan pada 24 September 2025, di Sidang Umum PBB di New York, beliau kembali menegaskan rencana pembukaan pusat ini.
“Langkah ini menunjukkan komitmen Presiden untuk menepati janji dan perhatiannya yang konsisten terhadap pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan. Ini juga membuka peluang dialog dan kerja sama internasional,” ujar Firdavs Abdukhalikov, Direktur Jenderal CIC. “Kontribusi ini tidak ternilai harganya bagi pelestarian dan penelitian warisan budaya Uzbekistan serta akan menginspirasi bangsa kita selama berabad-abad,” kata dia.
Pusat Peradaban Islam akan dilengkapi perpustakaan modern, laboratorium restorasi, serta arsip digital dengan 25.000 unit koleksi, memungkinkan para peneliti melakukan riset baru berbasis sumber-sumber yang untuk pertama kalinya dikumpulkan di satu tempat. Selain itu, museum anak pertama di kawasan ini akan menghidupkan sejarah melalui pengalaman interaktif berupa “potret hidup” para pemikir besar yang dapat “menjawab” pertanyaan pengunjung.
“Pusat Peradaban Islam menempatkan Uzbekistan sejajar dengan institusi budaya paling bergengsi di dunia. Seperti Louvre di Paris, ia akan menjadi simbol kebanggaan nasional. Seperti Smithsonian Institution di Washington, ia menggabungkan museum dan pusat riset berskala besar. Dan seperti Institut Dunia Arab di Paris, ia memperlihatkan peradaban Islam sebagai kekuatan kreatif dan penuh dialog,” ujar Abdukhalikov.
“Namun CIC akan tetap unik, memadukan museum, ilmu pengetahuan, teknologi inovatif, perpustakaan, dan pusat pendidikan dalam satu ruang di jantung dunia Islam. Ia akan menginspirasi generasi baru peneliti, ilmuwan, dan pemikir,” tambahnya.
Pusat Peradaban Islam (CIC) dijadwalkan dibuka pada akhir tahun 2025. Bangunan tiga lantai senilai 200 juta dolar AS ini berukuran 145 x 115 meter, dengan kubah setinggi 65 meter yang menjadi titik pusatnya. Museum utamanya mencakup area sekitar 15.000 meter persegi. Selain ruang pameran, pusat ini juga dilengkapi pusat penelitian, laboratorium restorasi, dan fasilitas digitalisasi data untuk mendukung riset dan pelestarian warisan budaya.