Oleh: Prof Dr Nasaruddin Umar
Menurut Nasafi, pena Tuhan ialah akal pertama. Pena menulis pada dirinya sendiri dan lingkaran pertama dalam sekejap mata.
Ia mengaitkan hadis di atas dengan QS Yasin: 82. “Sesungguhnya perin tah-Nya bila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepa danya, ‘Jadilah!’ maka terjadilah ia.”
Mekanisme dan cara kerja pena dapat pula dihubungkan dengan hadis yang sering dirujuk dalam kitab-kitab Syiah, bahwa kesimpulan Alquran ialah surah Al-Fatihah. Kalau dipadatkan, kesimpulannya terdapat pada ayat pertamanya, Bi ismi Allah al-Rahman al-Rahim.
Jika dipadatkan lagi, pemadatannya terletak pada titik di bawah huruf ba pada kata bismillah. Mulanya, pena menggoreskan ujungnya dalam sebentuk titik, lalu meledak dan lahirlah kepingan-kepingan yang kian besar dan mengalami expanding universe atau wa inna lamusi’un menurut istilah Alquran.
Kejadian ini juga dapat dihubungkan dengan QS Al-Anbiya': 30, “Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwa langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, lalu Kami pisahkan antara keduanya. Dan, dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka, mengapa mereka tiada juga beriman?”
Wa ma yasthurun¸tidak lain adalah lembaran-lembaran atau kanvas tempat pena itu menuliskan huruf-hurufnya. Lembaran itu kemudian disebut dengan Lauh Mahfuz. Lauh Mahfuz ini sering juga disebut dengan blueprint dari penciptaan dan kejadian seluruh makhluk.
Tidak ada satu pun makhluk dapat tercipta dan tidak ada satu pun peristiwa terjadi tanpa tercatat di lembaran terpelihara ini. Dalam QS Al-An’am: 59, disebutkan, “Dan, pada sisi Allahlah kunci-kunci semua yang gaib. Tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuz).”




