REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Peserta Program Kaderisasi Ulama (PKU) Angkatan V Institut Studi Islam Darussalam (ISID) Gontor, Ponorogo, Jawa Timur, silaturahim ke kantor Harian Republika, Selasa (27/3) petang.
Sebanyak 30 calon ulama dari seluruh wilayah Indonesia ini ingin berbagi dalam hal dakwah. "Kami ingin urun rembug dalam kehidupan bangsa dan punya visi ke depan untuk menghidupkan peran ulama di tengah kehidupan bermasyarakat," terang Pembina PKU, Ustadz Dr Dihyatul Masqon MA, Selasa (27/3).
Melalui Lembaga Pusat Pengkajian Islam dan Oksidental (CIOS), ISID membuka kesempatan mengikuti program ini selama enam bulan dengan beasiswa penuh.
Masqon menjelaskan, program ini memang difokuskan kepada kajian-kajian Islam dan isu-isu kontemporer umat Islam. Tujuannya, agar para kader ulama peserta program ini dapat menjadi benteng pertahanan yang mampu menjawab ghazwul fikri (perang pemikiran) terhadap isu-isu liberalisme, sekularisme, dan pluralisme.
Selain itu, para peserta di program ini juga akan dibina pelatihan jurnalistik, leadership, multimedia dan berbagai macam disiplin ilmu. Di akhir pembinaan, para peserta akan mengikuti workshop atau daurah ilmiyah ke berbagai universitas, forum-forum keislaman dan pondok pesantren.
Direktur Pemberitaan PT Republika Media Mandiri, Ikhwanul Kiram Mashuri, sangat mengapresiasi kedatangan para calon ulama tersebut. Menurutnya, ada kesamaan perjuangan dalam hal islamiyah. "Krisis keteladanan ulama yang dialami umat Muslim Indonesia karena para ulama tidak bisa diikuti perbuatan dan perkataannya," terang alumni Gontor ini.
Kiram meyakini jika lulusan PKU yang ditempa dari sisi analitis isu plus latar belakang pesantren mampu membuahkan pemikiran yang berimbang ke tengah masyarakat. Sehingga tampillah agama Islam yang tidak terkotak-kotakkan.
Setelah mendengar penjelasan tadi, Masqon meminta beberapa anak didiknya untuk mengeksplorasi sedikit pemikirannya. Salah satu peserta PKU dari Trenggalek, Jatim, Kholid, menuturkan jika selama ini, studi Islam yang menghasilkan pemikiran kebarat-baratan dinilai tidak satu visi dengan umat Islam di Indonesia. Justru di PKU ia mendapatkan pemahaman bahwa konteks studi Islam dan corak peradaban barat juga bisa saling mengisi.
Peserta utusan dari MUI Jatim, Furqon, juga unjuk penelitiannya tentang dinamika civil society dan masyarakat madani. Sementara Syahrial, peserta dari Medan, memaparkan pentingnya pembentukan karakter umat yang dimulai dari kebiasaan hidup secara Islami dalam keseharian.