Selasa 27 Mar 2012 15:53 WIB

Antara Tanzih dan Tasybih (3)

Ilustrasi
Foto: Blogspot.com
Ilustrasi

Oleh: Prof Dr Nasaruddin Umar    

Berbeda dengan para sufi yang lebih sering menekankan aspek tasybih Tuhan. Bagi sufi, alam khususnya manusia sebagai insan kamil, merupakan lokus pengejawentahan diri (majla) dan lokus penampakan (madzhar) asma dan sifatnya-Nya. Dengan demikian, Tuhan tidak bisa dipisahkan dengan makhluk-Nya.

Bahkan, Tuhan dianggap menjadi substansi (jauhar) pada setiap makhluk. Jika kita melihat alam, khususnya manusia sebagai makhluk mikrokosmos, niscaya kita membayangkan Tuhan di balik setiap sesuatu.

Bukankah Tuhan pada mulanya hanya sendiri lalu menciptakan kosmos, alam raya dari diri-Nya sendiri. Sehingga, antara Sang Khaliq dan makhluk merupakan dua hal yang tak terpisahkan.

Dimensi kualitas kosmos, semua berasal dari-Nya, pengetahuan mereka dari pengetahuan-Nya, kekuasaan mereka dari kekuasaan-Nya, cinta mereka dari cinta-Nya, energi mereka adalah energi-Nya.

Dengan demikian, antara Tuhan dan makhluk-Nya tak bisa dipisahkan. Para sufi mendasarkan pandangannya tentang konsep tasybih kepada Alquran dan hadits. Nama-nama dan sifat-sifat Tuhan sebagaimana tercantum di dalam Al-Asma Al-Husna menjadi entry point atau titik masuk untuk mengenal Tuhan.

Pada nama dan sifat Tuhan secara eksplisit disebutkan dalam Alquran, seperti "Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat" (QS. As-Syura: 11). Tuhan yang digambarkan Maha Mendengar (Al-Sami’) dan Maha Melihat (Al-Bashir) mempunyai keserupaan dengan makhluk-Nya.

Seperti manusia yang juga dapat mendengar dan melihat, walaupun sudah barang tentu berbeda dengan kapasitas dan cara Tuhan mendengar dan melihat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement