REPUBLIKA.CO.ID, Pamor dan kedigjayaan Kesultanan Kejatuhan Kilwa bermula saat tahta sultan-pada masa Dinasti Mahdali jatuh ke tangan menteri-menteri ambisius. Para mereka wazir (menteri) dan emir/amir yang ambisus memainkan peran ‘kingmakers’ dan penguasa de facto.
Mereka sesekali mencoba menyelinapkan diri mereka sendiri atau anggota keluarga mereka pada tahta dalam berkompetisi dengan dinasti kerajaan. Salah satu yang paling berhasil adalah Emir Muhammad Kiwabi, yang memegang jabatan sebagai emir selama dua dekade melewati kepemimpinan beberapa sultan.
Emir Muhammad pernah berkali-kali bermaksud mengangkat putra salah seorang wazir, yang juga keponakannya sendiri, al-Hassan, namun mendapat perlawanan luar biasa dari penduduk Kilwa. Pada akhirnya, ia mengangkat al-Fudail ibn Suleiman, yang berasal dari keluarga dinasti, sebagai sultan.
Al-Fudail-lah sultan terakhir pada masa Dinasti Mahdali, karena ia kemudian dikhianati dan dibunuh oleh seorang emir-nya, Ibrahim ibnu Suleiman. Emir Ibrahim kemudian menyatakan diri sebagai penguasa, bukan sebagai sultan, melainkan sebagai emir yang mengaku menjalankan pemerintahan atau undang-undang atas nama seorang putra sultan dari dinasti kerajaan terdahulu.
Ibrahim ibnu Suleiman inilah yang mengawali masuknya era Portugis dalam sejarah Kesultanan Kilwa. Kesultanan Kilwa berumur kurang lebih 549 tahun yang terbagi ke dalam tiga dinasti, yakni Dinasti Shirazi (957-1277), Dinasti Mahdali (1277-1495), dan era Portugis (1499-1506) yang diawali oleh perebutan kekuasaan dari Dinasti Mahdali.
Hingga kini, jejak dan peninggalan Kesultanan Kilwa masih tetap ada.