Jumat 17 Feb 2012 21:45 WIB

Epistimologi Makrifat (2)

Makrifat (ilustrasi).
Foto: Wordpress.com
Makrifat (ilustrasi).

Oleh: Prof Dr Nasaruddin Umar

Bahkan di negara-negara maju sekarang sudah mulai demam kajian spiritual. Kabbalah (mistisisme Yahudi) yang dulu diharamkan oleh para Rabbi karena dianggap bid’ah kini laksana cendawan tumbuh di mana-mana.

Di New York, tepatnya The Manhattan Center yang terletak di 155 E/84 St, di jantung kota NY berdiri tegak Kabbalah Center. Jauh sebelumnya, Karen Berg pernah mendirikan The National Research Institute of Kabbalah di Los Angeles, yang sampai sekarang ramai dikujungi artis Hollywood dan ilmuwan Yahudi di sana.

Di Eropa dan Amerika Latin juga demikian halnya. Lembaga-lembaga meditasi bahkan sudah dibuka di sejumlah universitas terkemuka. Buku-buku New Age pernah mendominasi sejumlah toko buku di Amerika dan Eropa.

Pusat-pusat sufi akhir-akhir ini mungkin lebih ramai di Barat daripada di Timur. The Beshara School, sebuah lembaga spiritual yang bertaraf internasional sudah mulai go-public merambah hampir di seluruh negara. Ibn ‘Arabi Society yang anggotanya semakin besar sebagaimana dapat dilihat di situsnya. Pengikut Kabbani dan Bawa Muhaiyaddeen di AS juga semakin ramai dikunjungi pengikut. Di antara mereka bukan orang awam tetapi sangat terdidik dan pejabat.

Meningkatnya gerakan sufisme di berbagai tempat menandakan adanya ketidakpuasan manusia terhadap capaian ilmu pengetahuan selama ini. Paling tidak kehausan intelektualitas manusia ternyata tidak mampu dipuaskan oleh ilmu pengetahuan (‘ilm). Manusia menginginkan lebih dari sekedar ilmu yang hanya mampu memberikan kepuasan logika. Kepuasan sejati hanya dapat dirasakan manakala menyentuh aspek hakiki dari manusia yang namanya kepuasan batin. Justru kepuasan batin inilah yang kemudian mendatangkan kesadaran kemanusiaan yang lebih tinggi.

Untuk bisa sampai pada tingkat kepuasan batin ini, dibutuhkan pengetahuan tingkat tinggi yang biasa disebut dengan makrifat yang sesekali disebut irfan atau dalam istilah tasawuf biasa disebut dengan mukasyafah. Mukasyafah berarti penyingkapan tabir-tabir (hijab) yang selama ini menghijab manusia untuk mengakses sebuah dunia yang agung, di mana manusia bisa meraih kepuasan yang luar biasa.

Epistimologi makrifat lebih dari sekedar menempuh epistimologi keilmuan biasa. Persyaratan yang harus ada di dalam menggapai tingkat makrifat Al-Qusyairi ialah penyucian dari dari berbagai dosa dan maksiat, bersih dari urusan dan ketergantungan dunia, terus menerus bermunajat di hadapan Allah dengan cara sirri, selalu memelihara kelembutan jiwa dan budi pekerti, dan penuh pengendalian dan mawas diri.

Bagi orang yang mencapai tingkat mukasyafah (penyingkapan) maka ia akan berada pada tingkat musyahadah (penyaksian kepada zat Yang Maha Mulia). Dalam keadaan seperti ini manusia bisa memperoleh kepuasan intelektual hakiki yang tak terlukiskan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement