Jumat 17 Feb 2012 14:08 WIB

Maratib Al-Ijma, Inventarisasi Konsensus Ulama (3)

Rep: Nashih Nashrullah/ Red: Chairul Akhmad
Ijma (ilustrasi)
Foto: Blogspot.com
Ijma (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Disepakati pula, benda cair yang boleh digunakan sebagai media berwudhu hanya air dan anggur.

Bagi yang berhalangan tak diperbolehkan menggunakan air untuk berwudhu seperti akibat sakit, maka ijma mengatakan sah dan boleh bertayamum. Terkait dengan bilangan berwudhu atau bertayamum, disepakati tak ada makna apa pun di atas jumlah bilangan tiga kali mengusap ataupun membasuh.

Dalam hal shalat, beberapa konsensus berhasil dihimpun oleh Ibnu Hazm. Di antaranya, shalat lima waktu, bilangan rakaat shalat Subuh, misalnya—baik ketika kondisi aman maupun krisis, seperti dalam kondisi perang dan bencana, bepergian ataupun tidak—jumlahnya tak berubah, yakni dua rakaat.

Tidak boleh menunda shalat di pengujung waktu dengan sengaja, sekalipun boleh ditunaikan dengan kondisi dan kemampuan fisiknya, seperti duduk, berbaring, atau dengan menggerakkan isyarat anggota tubuh. Demikian halnya dengan kewajiban menghadap kiblat bagi yang memungkinkan dan mengetahui arahnya, selama dalam kondisi aman dan tidak berada di suasana krisis.

Menyangkut muamalat, kesepakatan yang disebutkan oleh Ibnu Hazm antara lain tentang hukum barang titipan (wadiah). Setiap pihak yang diberikan amanah barang titipan wajib mengembalikannya.

Apabila barang itu digunakan untuk sebuah transaksi, misalnya digadaikan atau disewakan, maka tetap mempunyai keharusan menyerahkan penuh seperti semula. Ketika barang yang dititipkan telah dikembalikan, secara otomatis yang bersangkutan tak lagi mempunyai tanggungan apa pun.

Tentang jual beli, disepakati beberapa hal di antaranya barang yang diperjualbelikan adalah hak milik penuh. Jika tidak, disepakati transaksi dinyatakan tidak sah. Selanjutnya dalam soal jual beli, kedua belah pihak harus mengetahui barang yang dimaksud baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya.

Transaksi jual beli dianggap tidak sah jika dilakukan atas dasar paksaan atau dalam kondisi tak sadar seperti sedang mabuk. Barang yang dijadikan obyek transaksi tidak boleh sesuatu yang diharamkan atau termasuk perkara najis.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement