Jumat 17 Feb 2012 14:00 WIB

Maratib Al-Ijma, Inventarisasi Konsensus Ulama (1)

Rep: Nashih Nashrullah/ Red: Chairul Akhmad
Ijma (ilustrasi)
Foto: Blogspot.com
Ijma (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Konsensus ulama (ijma) menempati posisi penting dalam hukum Islam. Dalam perkembangan dinamika pengambilan hukum, ijma dijadikan sebagai satu dari referensi utama.

Meskipun, ini tak berarti penggunaan ijma lolos dan bebas dari permasalahan. Beberapa pertanyaan pun lantas muncul di kalangan cendekiawan Muslim saat itu. Di antara persoalan mendasar yang mengganjal adalah mana sajakah masalah yang hukumnya telah disepakati ulama melalui konsensus mereka dan bagian manakah yang belum tersentuh ijma.

Para ulama memandang poin ini pun sangat layak dikaji. Apalagi sebagai salah satu sumber hukum, dengan mengetahui adanya ijma, maka dapat mendapat legitimasi kuat. Di saat yang sama, keuntungan setelah mengetahui ada atau tidaknya konsensus agar terhindar dari kesalahan berfatwa ataupun berhujjah. Karenanya, sejumlah ulama memandang penting adanya inventarisasi dan pendataan konsensus itu.

Menurut Ibnu Al-Mundzir (318 H), tokoh yang pertama kali melakukan inventarisasi ijma dalam kitabnya yang bertajuk Al-Ijma, terdapat sekitar 765 konsensus atas permasalahan ibadah dan muamalah. Kendati konsensus yang berhasil dideteksi Ibnu Mundzir itu tidak seratus persen merepresentasikan secara bulat kesepakatan ulama, hanya mayoritas dari mereka saja. Abu Ishaq Al-Isfarayini mendata kurang lebih terdapat sekitar 20 ribu konsensus ulama yang pernah ada. Dalam kitab Ma’usu’ah Al-Ijma’ fi Al-Fiqh Al-Islami tercatat sekitar 9.588 konsensus.

Salah satu kitab yang fokus membahas daftar konsensus ulama itu adalah kitab karangan Abu Muhammad Ali bin Ahmad bin Said bin Hazm Al-Qurthuby (457 H). Kitab bertajuk Maratib Al-Ijma itu secara khusus mendata ijma yang tercecer dalam berbagai permasalahan, mulai dari permasalahan ibadah, muamalah, akidah, hingga teologi. Dalam aspek ibadah, Ibnu Hazm mendata sejumlah ijma mencakup bab taharah (bersuci), shalat, pengurusan jenazah, zakat, puasa, iktikaf, haji, dan berkurban.

Di ranah muamalah, konsensus yang terdata Ibnu Hazm antara lain menyoal hukum barang temuan, sewa-menyewa, penitipan, penggadaian, dan perihal konsensus yang menyangkut ihwal pernikahan. Sedangkan dalam persoalan akidah, secara umum Ibnu Hazm menyebutkan pokok-pokok akidah dalam agama yang telah disepakati sebagai perkara yang tak bisa terbantahkan atau akrab dikenal dengan istilah ma’lum min ad-din bi ad-dharurat.

Inventarisasi Ijma

Sebelum melakukan inventarisasi, hal pertama yang ditempuh Ibnu Hazm dalam kitabnya adalah mendefinisikan ijma secara umum. Ibnu Hazm tidak memaparkan pengertian, kriteria, dan karakteristik ijma secara terperinci. Bahasan-bahasan dasar mengenai hal itu dibahas sekilas dalam mukadimah kitabnya.

Menurut Ibnu Hazm, ada dua kategori ijma, yakni ijma lazim dan ijma jazi. Ijma lazim adalah perkara yang telah disepakati oleh ulama secara keseluruhan terkait hukum wajib, haram, ataupun mubah. Sedangkan ijma jazi adalah kesepakatan ulama atas sebuah perkara yang apabila dilakukan atau ditinggalkan akan menimbulkan konsekuensi hukum tertentu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement