Senin 06 Feb 2012 13:02 WIB

Tradisi Sains dan Teknologi dalam Sejarah Islam (2-habis)

Rep: Nidia Zuraya/ Red: Chairul Akhmad
Sains dan teknologi dalam Islam (ilustrasi).
Foto: inpropriapersona.com
Sains dan teknologi dalam Islam (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, Filsuf Islam yang pertama, Al-Farabi (257 H/870 M-339 H/950 M) mengklasifikasi ilmu menjadi lima, yaitu ilmu-ilmu bahasa, ilmu logika, ilmu-ilmu persiapan, ilmu-ilmu kealaman, dan ilmu-ilmu masyarakat.

Klasifikasi Al-Farabi ini diteruskan dan disempurnakan pada abad berikutnya oleh Ibnu Sina dalam Kitab Asy-Syifa dan oleh Ikhwan As-Safa dalam Ar-Rasa'il.

Tidak ada kode iklan yang tersedia.

Penyempurnaan klasifikasi ini berpuncak pada klasifikasi Ibnu Khaldun, seorang sejarawan dan Bapak Sosiologi Islam, yang dengan tegas membagi ilmu menjadi dua golongan besar; ilmu-ilmu aqli atau ilmu-ilmu intelektual dan ilmu-ilmu naqli atau ilmu-ilmu tekstual. Ilmu-ilmu aqli meliputi logika, fisika, metafisika, dan matematika. Adapun ilmu-ilmu naqli meliputi ilmu Alquran, hadits, fiqih, kalam, tasawuf, dan ilmu-ilmu kebahasaan.

Sementara Al-Gazali (450 H/1058 M-505 H/1111 M) memberikan empat macam klasifikasi ilmu berdasarkan berbagai kriteria. Berdasarkan praktiknya, ilmu dapat dibagi menjadi ilmu teoritis dan ilmu praktis. Berdasarkan cara mendapatkannya, Al-Gazali membagi ilmu menjadi ilmu huduri yang didapat secara langsung dan ilmu husuli yang diperoleh melalui panca indera.

Pengelompokan yang ketiga berdasarkan kaitannya dengan agama. Dia membedakan ilmu-ilmu syar'iyah dan ilmu-ilmu aqliyyah. Klasifikasi Al-Ghazali yang terakhir berdasarkan hukumnya, yaitu ilmu-ilmu yang fardhu ain dan ilmu-ilmu yang fardhu kifayah. Berdasarkan klasifikasi Al-Gazali ini, sains bersifat husuli, aqliyyah, dan fardhu kifayah.

Landasan Kelembagaan

Ilmu pengetahuan dan teknologi mengalami perkembangan pesat di masa kejayaan Islam. Kemajuan pesat itu tidak terlepas dari keberadaan lembaga-lembaga ilmiah dan pendidikan. Lembaga ilmiah pertama didirikan oleh Khalifah Al-Ma'mun (813-833 M) di Baghdad, yaitu Baitul Hikmah. Lembaga kedua adalah Darul Hikmah, yang didirikan oleh penguasa Fatimiyah di Kairo, Mesir, Al-Hakim, pada 1004 M.

Di Baghdad juga terdapat Al-Hamiyah, yang didirikan pada 1076 M oleh Nizam Al-Mulk, seorang menteri dari Persia. Pada 1243 M sekolah itu diperluas menjadi Madrasah Al-Muntasiriah yang dilengkapi dengan rumah sakit. Di Suriah terdapat pula sekolah-sekolah sejenis, misalnya Ar-Rasyidah dan Al-Aminiah. Adapun di Mesir terdapat An-Nasiriyah dan As-Salahiyah. Sekolah-sekolah tinggi lainnya tersebar di Spanyol dan Asia Tengah.

Selain perpustakaan, observatorium merupakan pusat-pusat penelitian keilmuan Islam yang paling maju. Observatorium yang pertama adalah Syamasiah yang didirikan Khalifah Al-Ma'mun di Baghdad sekitar 829 M. Pembangunan observatorium ini segera diikuti oleh pembangunan observatorium Al-Battani di Ar-Raqqah dan observatorium Abdurrahman As-Sufi di Syiraz. Pada abad-abad berikutnya sejumlah penguasa membangun observatorium lebih banyak lagi, tersebar dari Spanyol di Barat hingga ke Asia Kecil di Timur.

Rumah-rumah sakit merupakan sarana pengembangan ilmu yang tak dapat diabaikan, terutama kedokteran dan farmasi. Rumah sakit pertama dalam peradaban Islam didirikan pada 707 M oleh Khalifah Walid bin Abdul Malik dari Dinasti Umayyah di Damaskus. Para penguasa berikutnya tak mau ketinggalan dalam pembangunan rumah sakit. Di Mesir didirikan rumah sakit Manshuri dan di Baghdad didirikan rumah sakit An-Nuri.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement