Kamis 02 Feb 2012 21:30 WIB

Siapakah Ahlul Halli wal Aqdi? (2-habis)

Rep: Devi Anggraini Oktavika/ Red: Chairul Akhmad
Ahlul Halli wal Aqdi (ilustrasi).
Foto: Wordpress.com
Ahlul Halli wal Aqdi (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, Para ulamalah yang mengangkat istilah ini. Meski demikian, menurutnya, hal itu tidak berarti istilah tersebut bid’ah meski belum pernah digunakan pada zaman Rasulullah SAW maupun sahabatnya.

Ia dapat digolongkan dalam mashalihul mursalah (kemaslahatan umum) yang diizinkan syariat Islam, sebagaimana istilah ushul fikih, ilmu nahwu, ataupun musthalahul hadits.

Istilah Ahlul Halli wal Aqdi ini banyak kita temui pada buku-buku siyasah syar’iyyah, seperti Ahkam Sulthaniyah karya Imam Al-Mawardi dan Abu Ya’la al-Farra’. Ahkam Sulthaniyah berarti hukum tata negara, yakni tatanan yang mengatur sistem penyelenggaraan pemerintahan, kebijakan politik, ekonomi serta sosial, dan semua aspek hubungan antara kepentingan warga negara (rakyat) dan kepentingan kenegaraan.

Secara bahasa, istilah Ahlul Halli wal Aqdi terdiri atas tiga kata utama, yakni ahlu, halli, dan aqdi. Kata pertama berarti orang yang berhak atau memiliki. Kata kedua, halli berarti pelepasan, penyesuaian, pemecahan, sedangkan aqdi berarti pengikatan atau pembentukan.

Dari pengertian secara bahasa tersebut, An-Najah menyimpulkan pengertian Ahlul Halli wal Aqdi secara istilah sebagai orang-orang yang berhak membentuk suatu sistem dalam sebuah negara dan membubarkannya kembali jika dipandang perlu.

Sedangkan, Yusuf Al-Qardhawi dalam Fatwa-Fatwa Kontemporer Jilid III mengartikan Ahlul Halli wal Aqdi sebagai para penyelesai masalah dan kesepakatan. Jimly Ashshiddiqie dalam sebuah makalah berjudul Islam dan Tradisi Negara Konstitusional (2010) menyebutkan, praktik Ahlul Halli wal Aqdi telah dicontohkan para sahabat Nabi dalam pemilihan Umar bin Khathab sebagai khalifah sepeninggal Abu Bakar Ash-Shiddiq.

Para sahabat yang duduk dalam keanggotaan lembaga ini, menurut Jimly, tak ubahnya lembaga perwakilan seperti yang dikenal dewasa ini. Pemilihan pemimpin yang dilakukan lembaga ini menunjukkan sistem pemilihan tidak langsung yang dipraktikkan pada awal masa pertumbuhan Islam.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement