Selasa 31 Jan 2012 06:05 WIB

Meramal Nasib, Apa Hukumnya?

Rep: Yusuf Assidiq/ Red: Heri Ruslan
Iker, gurita sang peramal, meramal pemenang laga semifinal Liga Champions antara Barcelona lawan Real Madrid.
Foto: zootool.com
Iker, gurita sang peramal, meramal pemenang laga semifinal Liga Champions antara Barcelona lawan Real Madrid.

REPUBLIKA.CO.ID, Ibu Siti, warga Depok, Jawa Barat, tampak prihatin. ''Sekarang ini, hal-hal yang berbau syirik sepertinya bebas dipertontonkan,'' tuturnya seraya menunjuk sebuah iklan ramalan nasib via pesan layanan singkat (SMS) yang sedang marak ditayangkan di berbagai stasiun televisi.

Sejumlah paranormal gencar beriklan. Cukup mengetik reg (spasi) nama Anda dan kirim ke nomor tertentu (dengan harga premium Rp 2.000/sms, maka dalam waktu tidak terlalu lama akan memperoleh SMS balasan berupa ramalan sang paranormal.

Ramalan yang dijanjikan lewat SMS itu bisa berupa karier, perjodohan bahkan iming-iming mengubah  seseorang menjadi orang sukses.  ''Bukankah ramalan dan perdukunan semacam itu jelas-jelas dilarang agama, tapi kok justru dijadikan konsumsi umum,'' keluh ibu Siti.

Kekhawatiran semacam itu bukan hanya milik ibu Siti. Jutaan masyarakat dan umat Islam di Tanah Air turut merasakannya. Mereka prihatin, kondisi saat ini justru kian permisif terhadap segala hal yang menjurus pada kerusakan moral dan akhlak.

Para ulama tak kalah cemas. Majelis Ulama Indonesia (MUI) bahkan sampai harus membahas secara khusus masalah ini saat berlangsung Munas VII MUI pada 26-29 Juli 2005 lalu.  MUI melihat, akhir-akhir ini semakin banyak praktek perdukunan (kahanah//) dan peramalan ('irafah) di masyarakat. Ini antara lain ditandai dengan maraknya tayangan media massa, baik cetak maupun elektronik yang berhubungan dengan hal itu.

''Fenomena tersebut semakin meresahkan umat, sebab dapat membawa masyarakat pada perbuatan syirik (menyekutukan Allah SWT), dosa paling besar yang tidak diampuni Allah SWT,'' ujar Ketua Komisi Fatwa MUI, KH Ma'ruf Amin.

Oleh karena itu, pihaknya merasa perlu untuk segera memfatwakan masalah ini agar dijadikan pedoman. ''Tujuannya adalah guna menjaga kemurnian tauhid dan menghindarkan masyarakat dari aktivitas yang dapat membawa kepada kemusyrikan,'' imbuhnya. 

Ketentuan Alquran dan hadis yang melarang kedua praktek itu, menjadi pertimbangan penetapan fatwa. Firman Allah SWT, ''Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.'' (QS an Nisaa [4] : 48)

Dalam surat an Naml [27] ayat 65, Allah SWT mengingatkan bahwa tiada seorang pun yang mengetahui perkara gaib, kecuali Allah. Dan Dia tidak akan memperlihatkan kepada seorang pun tentang yang gaib itu, kecuali kepada Rasul yang diridlai-Nya. (QS al Jin [72] : 26-27)

Terkait peramalan, disebutkan dalam surat Luqman [3] ayat 24, ''Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang hari kiamat, dan Dia-lah yang menurunkan hujan dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorang pun yang mengetahui di bumi mana dia akan mati.''

Dibantu setan

Rasulullah SAW kemudian menerangkan apa saja kerugian dan hukuman yang dijatuhkan jika melanggar larangan ini. Secara garis besar, ada dua hal, yakni tak akan diterima shalat seseorang selama 40 malam jika mendatangi dukun serta bertanya tentang sesuatu kepadanya.

Sementara bila orang tadi datang ke dukun atau tukang ramal dan membenarkan yang dikatakannya, maka dia tergolong kufur terhadap apa yang telah diturunkan kepada Rasulullah SAW. (HR Imam Ahmad dan al Hakim dari Abu Hurairah)

Imam al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah menjabarkan perkara yang diharamkan adalah meramal dengan melempar kerikil, ilmu astrologi (ilmu nujum/ perbintangan), ilmu ramal dengan melihat garis tangan, meramal dengan garis-garis, meramal dengan melihat air dalam mangkuk atau gelas atau sejenisnya. ''Semua itu termasuk praktek perdukunan,'' katanya.

Adapun dalam kitab Fathul Baari, Ibnu Hajar menukil ucapan al-Khaththabi yang menyebut para dukun adalah orang-orang yang punya otak yang tajam, hati yang jahat dan tabiat yang keras.

Karena itulah, setan suka berteman dengan mereka karena memiliki kesamaan dalam perkara-perkara tersebut. Dan setan, sambung dia,  membantu mereka dengan penuh daya upaya.

Setelah menilik aspek-aspek ini, MUI akhirnya memutuskan bahwa segala bentuk praktek perdukunan dan peramalan hukumnya haram. Ketentuan yang sama juga berlaku pada publikasi kedua praktik tadi. ''Memanfaatkan, menggunakan dan atau memercayai segala praktek perdukunan dan peramalan, hukumnya haram,'' tutur Kiai Ma'ruf, menegaskan dalam keputusan fatwa MUI.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement