Senin 23 Jan 2012 06:55 WIB

Mengenal Sejarah Hukum Pidana Islam

Timbangan Keadilan
Foto: blogspot
Timbangan Keadilan

REPUBLIKA.CO.ID,  Oleh Nidia Zuraya

Sebagai agama yang sempurna, ajaran Islam mengatur secara jelas berbagai aspek kehidupan manusia. Penegakan hukum dan keadilan merupakan bagian kehidupan yang juga diatur dan mendapat perhatian dalam ajaran Islam. Termasuk di antaranya masalah hukum pidana yang diatur melalui Al-Ahkam al-Jinayah (hukum pidana Islam).

Hukum pidana Islam tumbuh lebih cepat dibanding hukum pidana konvensional. Menurut Abdul Qadir Audah dalam At-Tasyri al-Jinai al-Islamy Muqaran bil bil Qanunil Wad’iy, hukum pidana konvensional tak ubahnya seperti bayi yang baru lahir, tumbuh dari kecil dan lemah lalu tumbuh besar dan bertambah kuat sedikit demi sedikit.

‘’Sedangkan hukum pidana Islam tidak dilahirkan laksana anak kecil yang kemudian tumbuh dan berkembang, tetapi dilahirkan langsung laksana pemuda, yang diturunkan langsung dari Allah SWT kepada Rasulullah SAW secara sempurna dan komprehensif,’’ ujar Audah.

Mustafa Zarqa, seperti dikutip dalam Ensiklopedi Islam, membagi pertumbuhan dan perkembangan hukum Islam ke dalam tujuh periode. Pertama, periode risalah, yakni selama hidup Rasulullah SAW. Kedua, periode al-Khulafa ar-Rasyidun (empat khalifah utama) sampai pertengahan abad pertama Hijriyah. Ketiga,  dari pertengahan abad pertama Hijriyah sampai permulaan abad kedua Hijiriyah.

Keempat, dari awal abad kedua Hijriyah sampai pertengahan abad keempat Hijiriyah. Kelima, dari pertengahan abad keempat Hijriyah sampai jatuhnya Baghdad pada pertengahan abad ketujuh Hijriyah. Kenam, dari pertengahanan abad ketujuh Hijriyah sampai munculnya Majallah al-Ahkam al-Adliyah (Kodifikasi Hukum Perdata Islam) di zaman Turki Usmani. Ketujuh, sejak munculnya kodifikasi hingga era modern.

 

Menurut Audah,  hukum Islam, termasuk di dalamnya hukum pidana Islam,  diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dalam masa yang pendek, yakni dimulai sejak masa kerasulan Nabi Muhammad SAW dan berakhir dengan kewafatannya atau berakhir ketika Allah SWT menurunkan firman-Nya, "Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridai Islam sebagai agamamu.." (QS Al-Maidah [5]: 3)

‘’Hukum Islam diturunkan bukan untuk suatu golongan atau sebagian kaum ataupun sebagian negara, melainkan untuk seluruh manusia, baik orang Arab maupun orang dari etnis lainnya, baik di Barat maupun di Timur,’’ papar Audah.

Hukum Islam diperuntukkan bagi seluruh manusia yang berbeda-beda kecendrungannya, berlainan kebiasaan, tradisi, dan sejarahnya. Singkatnya, hukum Islam adalah hukum bagi seluruh keluarga, kabilah, masyarakat, dan negara.

 

Sedangkan hukum konvensional diciptakan oleh suatu masyarakat sesuai dengan kebutuhan dalam mengatur kehidupan antarmereka. Dengan demikian, hukum konvensional dapat berkembang dengan cepat manakala tatanan masyarakatnya juga berkembang dan maju dengan cepat.

Para ahli hukum sepakat bahwa awal mula berkembangnya hukum konvensional berawal dari sebuah keluarga dan kabilah. Seperti hukum keluarga yang dipimpin oleh seorang kepala keluarga, hukum kabilah dipimpin oleh seorang kepala suku atau kabilah.

Hukum ini terus berkembang hingga akhirnya membentuk sebuah negara yang merupakan penyatuan antara hukum-hukum keluarga dan kabilah, di mana hukum antarkabilah atau hukum antarkeluarga berbeda satu sama lain. Di sinilah peran negara untuk menetapkan suatu hukum yang harus dipatuhi oleh seluruh individu, keluarga, dan kabilah yang masuk ke dalam wilayah suatu negara hukum meskipun hukum tiap negara biasanya berbeda.

Perbedaan antarhukum negara terus berlangsung hingga akhir abad ke-18 M (Revolusi Perancis) ketika munculnya teori filsafat, ilmu pengetahuan dan sosial. Sejak itu -- sampai kini -- hukum konvensional mengalami perkembangan besar, di antaranya berdiri di atas dasar yang tidak dimiliki oleh hukum-hukum konvensional sebelumnya.

Menurut Audah, berbeda dengan hukum konvensional, hukum Islam lahir dengan sempurna, tidak ada kekurangan di dalamnya; bersifat komprehensif, yakni menghukumi setiap keadaan dan tidak ada keadaan yang luput dari hukumnya; mencakup segala perkara individu, masyarakat, dan negara.

Hukum Islam mengatur hukum keluarga, hubungan antarindividu, menyusun hukum, administrasi, politik, dan segala hal yang berkaitan dengan masyarakat. Hukum Islam juga mengatur hubungan antarnegara dalam keadaan perang dan damai.

Hukum Islam dibuat untuk tidak terpengaruh oleh perkembangan dan perubahan waktu, yang tidak menuntut adanya pengubahan kaidah-kaidah umumnya dan teori-teori dasarnya. Karena itu, seluruh kaidah dasarnya terdiri atas nas-nas yang bersifat umum dan fleksibel yang dapat menghukumi setiap kondisi dan kasus yang baru meskipun kesempatan terjadinya tidak dimungkinkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement