REPUBLIKA.CO.ID, Kedamaian merupakan prinsip dasar kehidupan dalam Islam. Dalam Islam, perang adalah jalan terakhir yang mendesak ketika tak ada lagi pilihan lain. Islam, selain berarti "damai" juga bermakna "pasrah" dan "taat" pada perintah Allah SWT -- pencipta, penguasa, dan pemilik alam semesta.
Dalam Islam, perang hadir untuk memulihkan kondisi agar kembali damai dan tertib. Sehingga, setiap individu dapat menjalankan keyakinannya dengan bebas, tanpa ketakutan dan pemaksaan. Sebagai pemimpin umat Islam, Muhammad SAW terpaksa berperang untuk melindungi umatnya dari para pengacau dan penentang yang menghalangi dirinya dan para sahabatnya untuk menaati hukum Allah SWT.
Namun, segera setelah kondisi damai tercapai, semua pertempuran harus dihentikan. Sebab, kedamaian adalah kaidah dasar kehidupan dalam Islam. Afzalur Rahman dalam Ensiklopedi Muhammad Sebagai Pemimpin Militer, memaparkan, ketika semua jalur damai sudah tak mungkin dicapai dan musuh-musuhnya mulai melakukan operasi militer, Nabi SAW segera menyusun strategi perang.
Rasulullah SAW memobilisasi seluruh sumber daya, baik kekuatan pasukan, kematangan strategi perang, maupun dukungan logistik untuk menggagalkan serangan pasukan musuh. Aksi tersebut dilakukan dengan tetap memerhatikan strategi agar jumlah korban yang jatuh di kedua belah pihak dapat ditekan seminimal mungkin.
Dalam banyak peperangan, Nabi SAW merumuskan strategi militer dengan sangat baik berdasarkan kemampuannya membaca kondisi geografis serta menghitung kekuatan, mobilitas, semangat juang, dan titik lemah strategi musuh. ‘’Strategi perangnya diputuskan setelah beliau membuat penilaian (assessment) terhadap seluruh faktor yang menentukan kesuksesan operasi militer,’’ papar Afzalur.
Rasulullah SAW juga sangat memerhatikan pentingnya efek psikologis serangan kejutan. Demikian pula dengan kerahasiaan gerakan, kecepatan, dan mobilitas kekuatan dalam pertempuran.
D alam mengorganisasi perolehan informasi tentang pergerakan dan rencana musuh, beliau mengirim patroli pengintai dan patroli tempur khusus ke sekeliling area pertempuran dan wilayah-wilayah strategis lainnya. Pasukan intelijen pun dibentuk untuk mendapatkan informasi tentang rencana rahasia yang akan dilancarkan musuh.
‘’Nabi SAW juga membentuk pasukan khusus yang menjalankan tugas-tugas rahasia; juga unit khusus untuk mengantisipasi berbagai rumor dan penyebaran informasi serta untuk melakukan gerakan demoralisasi kekuatan musuh,’’ ungkap Afzalur.
Semua unit itu bekerja keras, penuh disiplin, dan memiliki semangat berkorban yang tinggi demi Islam. Dengan strategi ini, Nabi SAW mampu menghemat biaya operasi militer sekaligus meminimalisasi jumlah korban yang jatuh di kedua belah pihak.
Kepemimpinan militer Nabi SAW
Kesuksesan operasi militer secara alamiah amat bergantung pada kualitas kepemimpinan panglimanya. Panglima-lah yang bertanggung jawab penuh dalam mengambil keputusan, memanfaatkan berbagai faktor strategis, mengatur serangan, menjaga kerahasiaan strategi perang, mengerahkan seluruh kekuatan, serta mengobarkan dan memelihara semangat juang pasukannya.
Sebagai seorang pemimpin militer, Muhammad SAW adalah sosok pemberani. Kendati sering menghadapi marabahaya dan malapetaka yang bertubi-tubi, beliau tidak pernah menunjukkan kelemahan atau ketakutan. Rasulullah SAW berperang dalam berbagai pertempuran. Meski mengalami serangan beruntun, beliau tidak pernah bergerak satu inci pun meninggalkan tempatnya.
Bahkan, Rasulullah SAW selalu berada paling dekat dengan barisan musuh ketika pertempuran berkecamuk. Beliau tetap bertahan dan bertempur di posisinya ketika orang lain mundur tunggang-langgang. Hal itu tampak jelas pada Perang Uhud dan Hunain. Berkat keberanian dan ketenangannya situasi pelik dan genting pada dua perang ini dapat diatasi.
Kemampuan mengontrol diri merupakan salah satu kunci sukses pertempuran. Dan, Nabi Muhammad SAW dikenal mampu mengontrol diri dalam segala situasi. Misalnya, pada Perang Uhud, banyak anggota pasukannya panik ketika musuh melakukan serangan balik dan mengepung mereka dari berbagai arah.
Bahkan, tidak sedikit dari pasukannya melarikan diri dari medan pertempuran. Dalam situasi penuh kebingungan ini, Nabi tetap mampu mengontrol diri. Bahkan dengan keahliannya, beliau mampu mengubah situasi. Muhammad selalu menunjukkan perilaku adil dan membenci diskriminasi. Kedua sifat mulia ini ia juga terapkan kepada pasukannya di medan pertempuran.
Dalam Perang Badar, Muhammad SAW mengatur barisan pasukannya dengan memegang panah. Saat mengetahui bahwa Sawad ibnu Ghaziyah berdiri di luar barisan, Rasulullah menyodok perut Sawad dengan busur panah sambil berkata, "Hai Sawad, masuklah dalam barisan!". "Engkau menyakitiku, Rasulullah," seru Sawad, "Allah mengutusmu dengan kebenaran dan keadilan maka biarkan aku membalas!". Maka Nabi Muhammad menyingsikan bajunya di bagian perut dan berkata, "Balaslah." Namun, Sawad malah memeluk dan menciumi perut Muhammad.
Sebagai seorang panglima militer, Nabi SAW juga dikenal karena sikapnya yang selalu berpegang pada kebenaran. Beliau selalu menyediakan argumen yang sangat substansial ketika harus berjihad menghadapi musuhnya. Muhammad SAW selalu memegang tinggi etika berperang, yakni tak menyakiti dan membunuh anak-anak dan perempuan dari kalangan musuh, serta tak menembangi pohon demi kelestarian alam