Masa Khalifah Utsman bin ‘Affan (23-35 H/644-656 M)
Keberadaan Baitul Mal berlaku sama pada masa kekhalifahan Utsman bin Affan. Namun, karena pengaruh yang besar dari keluarganya, tindakan Utsman dalam pengelolaan Baitul Mal banyak menuai protes dari umat.
Dalam hal ini, lbnu Sa’ad menukilkan ucapan Ibnu Syihab Az-Zuhri (51-123 H/670-742 M), seorang yang sangat besar jasanya dalam mengumpulkan hadis.
Ibnu Syihab menyatakan, “Utsman telah mengangkat sanak kerabat dan keluarganya dalam jabatan-jabatan tertentu pada enam tahun terakhir masa pemerintahannya. Ia memberikan seperlima ghanimah dari penghasilan Mesir kepada Marwan (yang kelak menjadi Khalifah ke-4 Bani Umayyah), serta memberikan harta yang banyak sekali kepada kerabatnya. Dan ia (Utsman) menafsirkan tindakannya itu sebagai suatu bentuk silaturahim yang diperintahkan Allah SWT."
Ia juga menggunakan harta dan meminjamnya dari Baitul Mal sambil berkata, "Abu Bakar dan Umar tidak mengambil hak mereka dari Baitul Mal, sedangkan aku telah mengambil dan membagikannya kepada sanak kerabatku." Itulah sebab rakyat memprotesnya.
Masa Khalifah Ali bin Abi Thalib (35-40 H/656-661 M)
Pada masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib, kondisi Baitul Mal dikembalikan seperti posisinya sebelum masa Utsman bin Affan. Ali, seperti disebutkan lbnu Kasir, juga mendapat santunan dari Baitul Mal. Ia mendapatkan jatah pakaian yang hanya bisa menutupi tubuh sampai separuh kakinya. Bahkan, seringkali bajunya dipenuhi tambalan.
Ketika berkobar peperangan antara Ali bin Abi Talib dan Mu’awiyah bin Abu Sufyan (khalifah pertama Bani Umayyah), orang-orang di sekitar Ali menyarankannya agar mengambil dana dari Baitul Mal sebagai hadiah bagi orang-orang yang membantunya.
Tujuannya, untuk mempertahankan diri Ali dan kaum Muslimin. Mendengar ucapan itu, Ali sangat marah dan berkata, “Apakah kalian memerintahkanku untuk mencari kemenangan dengan kezaliman? Demi Allah, aku tidak akan melakukannya selama matahari masih terbit dan selama masih ada bintang di langit.”