Rabu 18 Jan 2012 01:05 WIB

Anasyid dan Sama’ (3-habis)

Tarian Sufi (ilustrasi)
Foto: erhanozgun.com
Tarian Sufi (ilustrasi)

Oleh: Prof DR Nasaruddin Umar

Tarekat Qadiriyah-Naqsyabandi, sebagaimana yang berkembang di Tanah Air, juga sangat akrab dengan sejumlah dzikir dan syair berbahasa Arab, yang mengandung nilai sastra tinggi, seperti syair-syair Barzanji. Juga dapat dilantunkan dengan ritme tertentu yang bisa “memabukkan” jamaah jika dilantunkan dengan oleh pelantun spesialis.

Tidak sedikit orang menjadi pingsan karena terharu dengan lantunan lagu yang memicu kerinduan terhadap Nabi Muhammad SAW.

Anasyid dan Sama’ sebagai sebuah dzikir yang dilakukan dengan nyanyian, gerak, dan tari, biasanya diiringi oleh alat-alat dan ensembel musik-musik yang lengkap. Musik itu sendiri bagi tarekat Maulawiyah dianggap dzikir, karena instrumen dan ritmenya bisa menggetarkan batin, menambah rasa cinta teramat mendalam kepada Allah swt dan Nabi Muhammad SAW.

Tarekat Qadiriyah dan tarekat Syaziliyah lebih sering berbicara tentang hadhrah al-dzikr, yang secara harfiah berarti “kehadiran pengingatan”. Nama-nama indah Allah (al-Asma' al-Husna) seringkali menjadi dasar ritme hadhrah, bagaikan ucapan “sakramen” yang bisa menjadi sarana manusia meninggalkan watak kasarnya menuju ke personalitas yang suci dan agung.

Di Maroko, yang terkenal sebagai kota tarekat Syaziliyah dengan cabang-cabangnya seperti Isawiyyah, Zarruqiyyah, Nashiriyyah, dan Darqawiyyah, memiliki bentuk tarian sufi khusus yang biasa disebut dengan umarah (kelimpahan).

Ini sebagai manifestasi esensi Allah yang biasa disebutkan kata gantinya, Huwa (Dia), jika masuk merasuk ke dalam diri manusia maka Ia akan memenuhinya hingga melimpah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement