Senin 16 Jan 2012 22:15 WIB

Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi, Dari Minang ke Masjidil Haram (3-habis)

Rep: Devi Anggraini Oktavika/ Red: Chairul Akhmad
Ilustrasi
Foto: hasmi.org
Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Selain itu, meski berada di Makkah, Ahmad Khatib tetap memainkan peran penting dalam mengubah dan mentransformasi pengetahuan Islam. Hal itu ia lakukan melalui dakwah yang disampaikannya kepada jamaah haji Indonesia, serta penanaman nilai-nilai Islam kepada mahasiswa Indonesia yang menimba ilmu di Makkah.

Di Minangkabau, melalui tangan-tangan para muridnya, visi Ahmad Khatib dilanjutkan dengan gerakan-gerakan pembaruan seperti tabligh, diskusi, mudzakarah ulama dan zu’ama, penerbitan brosur dan surat kabar pergerakan, hingga pendirian sekolah-sekolah seperti madrasah Thawalib Sumatera dan Diniyah Puteri, sampai ke nagari-nagari di Minangkabau. Gerakan-gerakan tersebut menjadi pelopor pergerakan merebut kemerdekaan Republik Indonesia.

Selama hidupnya, Ahmad Khatib menulis sekitar 17 buku, sebagian berbahasa Arab dan sebagian lainnya berbahasa Melayu. Sumber lain mengatakan karyanya mencapai 49 judul dan tersebar hingga Suriah, Turki, dan Mesir. Di antara karya-karyanya adalah Al-Jauharun Naqiyah fil A’mali Jaibiyah yang membahas Ilmu Miqat, Hasyiyatun Nafahat ‘ala Syarhil Waraqat (tentang Ushul Fiqh), Raudhatul Hussab fi A'mali ‘Ilmil Hisab (tentang hisab), ‘Alamul Hussab fi ‘Ilmil Hisab, Dhau-us Siraj (tentang Isra' Mi'raj), Shulhul Jama’atain bi Jawazi Ta'addudil Jum’atain (berisi sanggahan terhadap sebuah karya Habib 'Utsman Betawi).

Ditinjau dari buku-buku karyanya,  Ahmad Khatib tidak hanya pakar dalam masalah teologi keislaman. Ia mahir di beberapa bidang lain, seperti ilmu fiqih, sejarah, aljabar, ilmu falak, ilmu hitung (hisab),  ilmu ukur (geometri), juga mawarits (ilmu waris) yang telah membawa pembaruan pada adat Minang.

Atas pengetahuannya yang dalam dan pemahamannya yang luas mengenai Islam, Ahmad Khatib ditunjuk menjadi "Mufti Besar Mazhab Syafi'i." Kata "syekh” di depan namanya bukan sekadar panggilan, melainkan gelar yang diperolehnya saat menjadi ulama di Makkah sekaligus imam di Masjidil Haram. Ia wafat di Makkah pada 13 Maret 1916 (9 Jumadil Awal 1334) dalam usia 56 tahun.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement