Ahad 15 Jan 2012 23:15 WIB

Menelusuri Jejak Dabiq: Tanda-tanda Akhir Zaman (Bag 2)

Rep: Friska Yolandha/ Red: Heri Ruslan
Dabiq
Foto: google
Dabiq

REPUBLIKA.CO.ID, Sebagai kunjungan balasan, Kanselir Mamluk, Mughla Baig, datang menemui Raja Salim I dan tak lupa membawa hadiah balasan. Namun ketika sampai di Kerajaan Turki Usmani, Raja Salim I justru tak menyambut kedatangan Mughla Baig dengan baik. Sultan justru  justru menunjukkan kebenciannya terhadap orang Mesir.

Salim I memperlakukan kanselir tersebut dengan kasar dan mengirimkannya kembali dalam keadaan memalukan dengan kaki pincang. Mugla Baig pun pulang dengan kondisi yang memprihatinkan. Ia membawa kabar tentang sikap Raja Salim I yang memusuhi dan membeci Dinasti Mamluk.

Mengetahui kabar itu, Al-Ashraf marah. Ia mengambil sumpah setia dari para Emir, Qadi, dan orang-orang di kesultanan Mamluk. Hadiah-hadiah diberikan kepada mereka, yang sebelumnya tidak menerima hadiah. Sultan Mamluk sempat memperingatkan ketidaksetiaan seorang Gubernur Mamluk bernama Khayr Baig, dan menyarankannya untuk tidak ikut campur dalam masalah ini.

Pasukan yang dipimpin Al-Ashraf telah bersiap untuk bertempur. Mereka maju ke medan perang. Pada Agustus 1516,  mereka berbaris di padang rumput Dabiq, sebuah wilayah yang ditempuh satu hari perjalanan dari Halab (Aleppo). Di sana mereka menunggu serangan musuh, karena di dataran inilah takdir kerajaan akan ditentukan.

Dalam pertempuran itu, pasukan Turki Usmani Salim I sempat berpikir untuk mundur, karena hampir kalah. Namun, keadaan berbalik. Setelah sempat keteteran, pasukan Turki Usmani justru balik unggul,  baik dalam jumlah maupun artilerinya. Pasukan Mamluk pun dikalahkan oleh Turki Usmani.

Setelah kekalahan itu, orang-orang dari Mesir segera pergi menuju Damaskus, karena pintu gerbang ke Aleppo telah ditutup untuk mereka. Dinasti Mamluk benar-enar terpuruk. Sebaba,  Khalifah Al-Mutawakkil III dan beberapa Emir telah berpaling dan berpihak kepada Turki Usmani.

Al-Ashraf pun meninggal dalam pertempuran itu. Namun ada beberapa beragam versi mengenai bagaimana Al-Ashraf menemui ajalnya. Ada yang mengatakan bahwa Khayr Baig menyebarkan kabar kematian Al-Ashraf, ketika ia dalam perjalanan bersama orang Mesir.

Ada pula yang menyebutkan bawah Al-Ashraf, ditemukan masih hidup di medan perang, dan kepalanya dipenggal dan dikubur agar tidak jatuh ke tangan musuh. Laporan dari pihak Turki Usmani menyebutkan bahwa Al-Ashraf dibunuh oleh seorang Turki yang seharusnya dihukum mati oleh Sultan Salim. Namun akhirnya ia diampuni.

Sultan Salim I masuk ke Aleppo dengan kemenangan. Ia disambut oleh penduduk sebagai seorang pembebas dari pendudukan orang-orang Mamluk. Khalifah menyambutnya dengan sangat baik. Bersama Khayr Baig dan beberapa pegawai Mesir, Salim I beralih menuju Citadel.

Dari Halab (Aleppo). Salim I  melakukan pawai  kemenangan menuju Damaskus. Sebagian kalangan mengira, sepeninggal Al-Ashraf, tahta kerajaan akan diduduki oleh Janberdi al-Ghazali, putranya. Namun ketika pasukan Turki Usmanu tiba, banyak dari mereka menyerahkan diri, namun tidak sedikit pula yang melarikan diri ke Mesir.

Salim I memasuki kota itu pada pertengahan Oktober. Para penduduk merasa senang. Mereka bersedia  wilayahnya berada di bawah kendali dan kekuasaan Ottoman. Kesultanan Turki Usmani menguasai wilayah itu selama tiga abad

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement