REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA –- Nahdlatul Ulama (NU) harus mengembangkan ekonomi berbasis masjid. Hal ini penting karena masjid yang dikelola atau dimiliki warga NU jumlahnya sangat banyak.
Pernyataan itu diungkapkan anggota DPD RI, Hafidh Asrom yang menjadi salah satu narasumber pada Musyawarah Kerja Cabang Nahdlatul Ulama Kabupaten Gunungkidul, Sabtu (14/1). Program ini sekaligus sebagai ‘pengayaan program’ masjid yang sudah ada di lingkungan Nahdlatul Ulama.
Saat ini, kata Hafidh, sudah banyak program pengembangan ekonomi berbasis masjid, antara lain; program pembangunan menara masjid yang dikerjasamakan dengan operator untuk digunakan untuk BTS (pemancar selluler), penyelenggaraan Baitul Maal, dan layanan kesehatan melalui rumah sehat dan Jamkesmas, koperasi syariah, serta warung serba ada, dan lain sebagainya.
Selain itu, kata Hafidh, masih ada potensi lain yang sangat penting dan bisa dikembangkan organisasi NU, baik organisasi tingkat pusat (PBNU) maupun tingkat wilayah (PWNU) dan tingkat cabang (PCNU). Salah satunya, pemberdayaan Lembaga Amil Zakat (LAZ).
“Hal ini penting karena sumberdaya ekonomi zakat besar sekali. Besarnya pontensi zakat ini tercermin dari Laporan dari Badan Amil Zakat (BAZNAZ) tahun 2010, dari laporan yang dirilis terungkap bahwa dari total zakat nasional yang terkumpul sebanyak Rp 1,5 triliun. Dari jumlah sebesar itu itu, sebanyak 60 persennya di antaranya berasal dari kontribusi LAZ,” kata Hafidh.
Potensi lain yang bisa dikembangkan Nahdlatul Ulama, lanjut Hafidh, peningkatan produktivitas melalui penciptaan kesempatan kerja dan berusaha. Usaha ini diwadahi melalui Kelompok Usaha Bersama (KUBE), Koperasi, dan Usaha Ekonomi Produktif (UEP) lainnya.