REPUBLIKA.CO.ID, PALU – Ketua Umum Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor (GP Ansor), Nusron Wahid, mengatakan GP Ansor akan menjadi mesin pencetak generasi muda yang berkarya dalam bidang politik, birokrasi dan ulama.
"Ini sejalan dengan prinsip-prinsip yang diterapkan oleh Syech Abdul Qadir Djaelani, yakni menjadi ilmuwan atau ulama. Kedua, pengambil kebijakan atau birokrat. Ketiga, menjadi politisi," kata Nusron pada Sarasehan Nasional Radikalisme Agama di Indonesia, di Palu, Sabtu (7/1).
Nusron mengatakan, kader-kader Ansor harus ada yang menjadi politisi supaya bisa menjadi bupati, gubernur. Sebab, jalan untuk memegang jabatan politis harus melalui jalur politik. "Undang-undangnya yang mengatur seperti itu," ujarnya.
Anggota DPR-RI dari Partai Golkar itu mengatakan, selain menjadi politisi, kader Ansor juga harus menjadi kader pelayan sosial di birokrasi pemerintahan. Ketiga, kader Ansor harus menjadi ulama, yakni kader agamawan yang akan menjadi pelanjut estafet para ulama di Tanah Air.
Nusron juga meminta pemerintah daerah dan ulama agar ikut memberikan bimbingan yang benar. Sehingga kader-kader Ansor yang ada di daerah nanti menjadi pemimpin yang benar dan mampu menjadi teladan umat.
"Bukan lagi pemimpin yang membingungkan umat. Ini yang kita minta. Kalau Ansor bisa diharapkan, maka ulama dari Nahdlatul Ulama juga bisa diharapkan. Jika Nahdlatul Ulama diharapkan, insya Allah Bangsa Indonesia juga bisa diselamatkan," kata dia.
Nusron juga memaparkan hasil survei umat Islam di Indonesia yang menyebutkan bahwa terdapat 37 persen umat yang mengasosiasikan dirinya, amaliahnya dan ikatan emosionalnya menjadi Nahdlatul Ulama.
Terdapat 11 persen yang mengasosiasikan dirinya menjadi Muhammadiyah dan 42 persen yang mengasosiasikan dirinya menjadi lain-lain. "Kalau ditanya siapa mayoritas Islam di Indonesia, sekarang yang lain-lain. Kalau dulu yang mayoritas adalah Nahdlatul Ulama, sekarang yang lain-lain," kata Nusron.