Rabu 19 Oct 2011 11:04 WIB

Sikander, Unek-unek Muslim AS Terhadap Pandangan Negatif tentang Islam

Rep: Agung Sasongko/ Red: Djibril Muhammad
Sikander
Foto: www.73shelves.com
Sikander

REPUBLIKA.CO.ID, LAKE FOREST - Kesalahpahaman berawal dari ketidaktahuan. Adalah tugas seorang Muslim untuk memberitahukannya lewat medium apapun, termasuk buku. Itulah benang merah, buku pertama karya Salahuddin Khan berjudul 'Sikander'.

"Buku ini muncul dari unek-unek saya selama enam Minggu. Unek-unek itu seolah meletus dalam pikiran saya," papar Khan, imigran asal Pakistan, seperti dikutip Suntimes.com, Rabu (19/10).

Khan menjelaskan sebagian besar warga AS benar-benar buta tentang Islam dan Muslim. Informasi yang mereka dapat kebanyakan berasal dari sterotipe bentukan media AS.  "Hanya sedikit dari warga AS yang tahu tapi mereka tidak menyadarinya," papar Khan.

Fakta itu, segera menjadi inspirasi Khan untuk menulis sebuah buku. Ia percaya fundamentalis dalam agama seperti Islam tidak sama dengan militansi. Khan membandingkan dengan orang-orang Yahudi.

Menurutnya, Yahudi Ortodoks tergolong fundamentalis tapi tidak militan. "Islam itu memiliki reputasi militan. Tapi dengan populasi demikian besar, ada sejumlah pihak yang menggunakan agama untuk tujuan mereka sendiri. Sayangnya, mereka inilah yang selanjutnya menjadi stereotipe Islam dan Muslim," tegasnya.

Khan menyayangkan kondisi itu. Sebab, akibat dari hal itu, umat Islam seolah menjadi wabah ketakutan di

seluruh dunia. Padahal umat Islam serupa dengan umat agama lain. "Muslim tidak dilahirkan dengan DNA

kekerasan," tegas Khan.

Kalaupun tidak identik dengan kekerasan, lanjutnya, ada yang membelokan ke arah kekerasan. Itulah yang

dinamakan kesalahpahaman. "Saya tidak ingin dianggap membela keyakinan saya, tapi penelitian yang dilakukan lahir dari pikiran yang obyektif," bebernya.

Dalam riset tersebut, Khan mencatat setelah tragedi 11 September 2001, umat Islam tahu efek dari persitiwa itu. Ada yang merasa takut hidup dalam sentimen negatif dan sebagian berusaha untuk dipahami.

"Dalam satu kasus, pada saat itu anak bungsu saya bersekolah di Lake Forest.  Ia berteman dengan seorang Kristen. Temannya itu lalu menjadi seorang Muslim lantaran banyak diskusi yang terbangun diantara mereka," paparnya.

Sebabnya, Khan mengharapkan warga AS untuk mencoba mencari tahu tentang Islam dan Muslim sebelum memutuskan untuk melakukan penilaian.

Semenjak dirilis ke publik, karya Khan mendapat respon positif. Sacramento Book Reviewed menilai buku Khan merupakan novel epik yang mampu membuka mata. Sementara, mantan agen CIA Duane Evans menggambarkannya sebagai perjalanan penuh hikmah.

Khan lahir di Pakistan dari orang tua pengungsi yang melarikan diri India selama 1947 pemisahan dua negara. Ia dibesarkan di Inggris, di mana ia dididik untuk menjadi seorang insinyur kedirgantaraan. Pada 1972, ia memutuskan tinggal di Amerika. Padan 1996, Khan bekerja di Massachusetts.

Pada 1998, ia pindah ke Chicago untuk bekerja di NAVTEQ guna menangani pembuatan peta digital.

Sedangkan pada 2007, ia mendirikan bisnis sendiri, QMarket Associates, yang fokus pada strategi pengembangan produk dan pemasaran. Ia juga menjadi pembawa acara berbicara tentang masalah Islam di Radio Islam

sumber : www.radioislam.com
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement