REPUBLIKA.CO.ID, Dengan perasaan gembira karena kemenangan yang telah diberikan Allah, kaum Muslimin masih tinggal di Makkah setelah kota itu dibebaskan. Mereka sangat gembira karena kemenangan besar ini tidak banyak meminta korban.
Setiap terdengar suara Bilal mengumandangkan azan shalat, mereka segera beranjak ke Masjid Suci. Berebut-rebutan di sekitar Rasulullah, di mana saja beliau berada dan ke mana saja beliau pergi.
Kaum Muhajirin pun sekarang dapat pulang, dapat berhubungan dengan keluarga mereka, yang kini telah mendapat petunjuk Ilahi. Hati mereka pun sudah yakin bahwa keadaan Islam sudah mulai stabil, dan sebagian besar perjuangan sudah membawa kemenangan.
Namun 15 hari kemudian, setelah mereka tinggal di Makkah, tiba-tiba tersiar berita yang membuat mereka harus segera sadar kembali. Soalnya ialah Kabilah Hawazin yang tinggal di pegunungan tidak jauh di sebelah timur laut Makkah—setelah melihat kemenangan Muslimin yang telah membebaskan Makkah dan menghancurkan berhala-berhala—khawatir akan mendapat giliran diserang pihak Muslimin.
Oleh sebab itu, Malik bin Auf dari Bani Nashr berusaha mengumpulkan kabilah-kabilah Hawazin dan Tsaqif, demikian juga kabilah-kabilah Nashr dan Jusyam. Dari pihak Hawazin semuanya ikut, kecuali Ka'ab dan Kilab.
Malik memerintahkan mereka agar berangkat ke puncak gunung dan ke Lembah Hunain. Jika kaum Muslimin turun ke lembah itu, maka mereka harus menyerang, sehingga dengan serangan satu orang saja barisan kaum Muslimin akan lemah, kocar-kacir, dan saling menghantam satu sama lain. Dengan demikian mereka akan hancur, dan pengaruh kemenangan mereka ketika membebaskan Makkah sudah tak berarti lagi. Yang ada hanyalah kemenangan kabilah-kabilah Hunain itu saja di seluruh jazirah Arab.
Pihak Muslimin sendiri—setelah dua pekan tinggal di Makkah—segera melakukan persiapan senjata dan tenaga yang belum pernah mereka alami sebelum itu. Rasulullah SAW memimpin mereka bergerak dalam jumlah 12.000 orang. Mereka mengenakan pakaian berlapis besi yang didahului oleh pasukan berkuda dan unta yang membawa perlengkapan dan bahan makanan.
Keberangkatan Muslimin dengan pasukan sedemikian besar ini, belum pernah dikenal di seluruh jazirah. Setiap kabilah didahului oleh panjinya masing-masing, tampil ke depan dengan hati bangga karena jumlah yang begitu besar, yang takkan terkalahkan. Sampai-sampai mereka berkata satu sama lain, "Karena jumlah kita yang besar ini, sekarang kita takkan dapat dikalahkan."
Menjelang sore hari mereka sudah sampai di Hunain. Di pintu-pintu masuk wadi itu mereka berhenti dan tinggal di sana sampai fajar keesokan harinya. Ketika itulah pasukan mulai bergerak lagi. Rasulullah mengikuti dari belakang dengan menunggang bagalnya yang putih. Sementara Khalid bin Walid yang memimpin Bani Sulaim berada di depan.
Dari selat Hunain itu mereka menyusur ke sebuah wadi di Tihamah. Akan tetapi, begitu mereka menuruni lembah itu, tiba-tiba datanglah serangan mendadak secara bertubi-tubi dari kabilah-kabilah yang dikomandoi Malik bin Auf.
Dalam keremangan subuh itu mereka dihujani panah oleh pihak Malik. Ketika itulah keadaan Muslimin jadi kacau-balau. Dalam keadaan terpukul demikian, mereka berbalik surut dengan ketakutan dan kegentaran dalam hati. Bahkan ada pula yang lari tunggang-langgang.
Sementara Rasulullah tetap tabah tiada bergerak di tempatnya. Beberapa orang dari kalangan Muhajirin, Anshar serta kerabat-kerabatnya tetap berada di sekelilingnya. Beliau memanggil orang-orang yang melarikan diri itu, "Hai orang-orang, kalian mau ke mana? Mau ke mana?"
Namun orang-orang yang penuh ketakutan itu sudah tidak mendengar apa-apa lagi. Yang tergambar di benak mereka hanya Hawazin dan Tsaqif yang kini sedang meluncur turun dari perkubuan di puncak-puncak gunung. Pihak Hawazin turun dari tempat semula, didahului oleh seseorang di atas seekor unta berwarna merah, dan membawa sebuah bendera hitam yang dipancangkan pada sebilah tombak panjang. Setiap ia bertemu dengan pihak Muslimin ditetakkannya tombak itu kepada mereka, sementara pihak Hawazin, Tsaqif dan sekutu-sekutunya terus meluncur turun dari belakang sambil terus menghantam.
Semangat baru timbul dalam hati Rasulullah. Dengan bagalnya yang putih itu beliau ingin menerjang sendiri ke tengah-tengah musuh yang sedang meluap-luap seperti banjir itu. Akan tetapi Abu Sufyan bin Harits menahan kekang bagal dan dimintanya jangan maju dulu.
Abbas bin Abdul Muthalib, seorang laki-laki yang berperawakan besar dan lantang suaranya berseru, "Saudara-saudara dari kalangan Anshar yang telah memberikan tempat dan pertolongan. Saudara-saudara dari Muhajirin yang telah memberikan ikrar di bawah pohon. Marilah saudara-saudara, Muhammad masih hidup!"
Seruan itu diulang-ulang oleh Abbas, sehingga suaranya bergema ke segenap penjuru wadi. Di sinilah adanya mukjizat itu: Orang-orang Aqabah mendengar nama Aqabah, teringat oleh mereka akan Rasulullah, teringat akan janji dan kehormatan diri mereka. Demikian juga dengan orang-orang Muhajirin dan Anshar.
Mereka-semua kini kembali, dan bertempur lagi secara heroik. Pihak Hawazin yang sudah menyusur turun dari tempatnya semula, kini berhadapan dengan Muslimin dalam lembah itu. Sinar mentari mulai tampak dan remang pagi dengan sendirinya menghilang. Di samping Rasulullah kini telah berkumpul beberapa ratus orang yang siap berhadapan dengan kabilah-kabilah itu. Perasaan lega mulai terasa oleh Rasulullah tatkala dilihatnya mereka kini kembali lagi.
Menyaksikan berkobarnya pertempuran yang semakin sengit dan melihat moril kaum Muslimin makin tinggi dalam memukul lawan, Rasulullah bersabda, "Sekarang pertempuran benar-benar berkobar. Allah tidak menyalahi janji kepada Rasul-Nya."
Akhirnya kaum Muslimin berhasil memukul mundur dan mengalahkan musuh-musuh Allah. Dengan demikian nyatalah sudah kemenangan orang-orang beriman itu dan nyata pula kehancuran orang-orang musyrik. Kemenangan Muslimin yang sangat menentukan itu ialah karena ketabahan Rasulullah dan sejumlah kecil orang-orang
di sekelilingnya.
Dalam hal inilah turun firman Allah: "Sesungguhnya Allah telah menolong kamu (hai para mukminin) di medan peperangan yang banyak, dan (ingatlah) peperangan Hunain, yaitu di waktu kamu menjadi congkak karena banyaknya jumlah(mu), maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepadamu sedikit pun, dan bumi yang luas itu telah terasa sempit olehmu, kemudian kamu lari ke belakang dengan bercerai-berai."
"Kemudian Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya dan kepada orang-orang yang beriman, dan Allah menurunkan bala tentara yang kamu tiada melihatnya, dan Allah menimpakan bencana kepada orang-orang yang kafir, dan demikianlah pembalasan kepada orang-orang yang kafir."
"Sesudah itu Allah menerima taubat dari orang-orang yang dikehendaki-Nya. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
"Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis, maka janganlah mereka mendekati Masjidil Haram sesudah tahun ini. Dan jika kamu khawatir menjadi miskin, maka Allah nanti akan memberimu kekayaan kepadamu dari karunia-Nya, jika Dia menghendaki. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana." (QS At-Taubah: 25-28)
Akan tetapi kemenangan ini tidak diperoleh dengan harga murah oleh kaum Muslimin. Mereka membayar kemenanga itu dengan harga yang mahal, dengan jiwa orang-orang penting, dengan pahlawan-pahlawan yang gugur dalam pertempuran. Meskipun jumlah semua korban tidak disebutkan dalam buku-buku sirah Nabi.