Kamis 18 Apr 2019 11:00 WIB

Praktik Zakat di Dunia Islam, Seperti Apa?

Pengalaman zakat di dua negara, Sudan dan Pakistan, bisa jadi contoh.

zakat
zakat

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Zakat, seperti dinukilkan dalam "Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern," sejak diwajibkan menjelang abad kedua Hijriah, telah berkembang dan meningkat. Selama periode Makkah, perintah ini lebih bersifat sukarela. 

Begitu kewajiban zakat dititahkan, rukun Islam ketiga ini pun menjadi kewajiban sosial yang dilembagakan. Dengan demikian, perintah zakat ditunaikan oleh mereka yang telah mencapai batas minimum wajib zakat (nishab). Zakat memiliki banyak dimensi peran. Antara lain, peran sosial keagamaan dan fungsi sosial ekonomi. 

Baca Juga

Soal penerapan penghimpunan dan pendistribusian zakat di dunia Islam, John L Esposito mengatakan, meskipun halangan eksternal dan internal merintangi pelaksanaan syariat di negaranegara Muslim, beberapa negara mulai tetap berupaya untuk menerapkannya. Praktik ini kini dilaksanakan di Yordania, Arab Saudi, Pakistan, Kuwait, Libia, Iran, Sudan, Malaysia, dan Indonesia. 

Tidak perlu ditegaskan, apa yang dilakukan oleh negara-negara ini adalah wujud dari usaha kontemporer yang dianggap sebagai awal dari perjalanan panjang zakat menuju penerapan zakat yang ideal. Pengalaman di dua negara, Sudan dan Pakistan, bisa jadi contoh. 

Di Sudan, setelah periode Pemerintahan Islam Mahdi di Sudan (1885-1899), zakat tetap dibayarkan oleh individu Muslim atas dasar perorangan. Ini karena belum terdapat lembaga sukarela atau resmi yang bertugas mengumpulkan dan mendistribusikan dana zakat. Lembaga seperti itu baru berdiri pada 1980. Kehadiran lembaga zakat ini mendorong umat Islam Sudan membayarkan dana zakat mereka secara resmi ke instansi tersebut. 

Untuk pertama kalinya, pada 1984, sejak masa kekuasaan Mahdi, zakat menjadi kewajiban resmi yang didasarkan atas peraturan pemerintah. Pemerintah Sudan mengeluarkan undang-undang pajak dan zakat pada tahun yang sama. UU itu memadukan pajak dan zakat. 

Ini disempurnakan dengan UU Zakat 1986 yang baru. Ada dua tujuan utama dalam UU ini, yaitu pemerintah adalah otoritas pengumpul zakat. Kedua, pembukaan kantor-kantor cabang di daerah dengan pusatnya di Khartoum. 

Sistem perzakatan Sudan mengalami fase baru pada Pemerintahan Keselamatan Nasional Islam pada 1989. Zakat menjadi fokus utama pemerintah sebagai wujud penerapan syariat Islam. Pada 1990, dikeluarkan UU Zakat baru. Ada dua komponen penting dalam UU ini, yaitu pengumpulan dan pendistribusian. 

Soal pengumpulan, UU membatasi enam kategori kekayaan wajib zakat, yaitu pertanian, peternakan, perdagangan, produksi, kekayaan, seperti investasi dan gaji. Soal distribusi, ada be berapa pembagian dan persentasi penge lolaannya. 

Langkah ini merujuk pada 14 tahun pengurusan zakat dan lingkungan khas Sudan. Perinciannya sebagai berikut, 50 persen untuk kedelapan ashnaf (penerima zakat), 30 persen bagi kegiatan dakwah, 12,5 persen untuk administrasi, dan 7,5 persen untuk pembangunan fasilistas lembaga zakat. 

Sedangkan, di Pakistan, praktik kontemporer zakat mulai pada 1979. Ini diawali dengan adanya Islamisasi oleh Presiden Zia Ul Haq. Lembaga zakat dibentuk pada 1979 dengan bantuan pokok dari Arab Saudi dan Uni Emirat Arab. Pengumpulan dan distribusinya dikelola oleh sistem adminstrasi bertingkat. 

Aktivitas zakat ini menggeliat setelah diterapkan Odinansi Zakat dan ‘Usyr 1980. Dampaknya terlihat pada 1981. Undang-undang ini menegaskan prak tik pengelolaan zakat hanya dilakukan oleh pemerintah. Ketentuan ini menghapus tugas perseorangan yang diberlakukan sebelumnya. 

Tak elak, kebijakan sentralisasi tersebut menuai kritik. Keterlibatan pemerintah terhadap wilayah privat dipertanyakan. Kritik datang, terutama dari kalangan Syiah minoritas yang memiliki sistem hukum sendiri. Pemerintah pun akhirnya melakukan amendemen. 

Menurut UU ini juga, zakat atau pajak kekayaan sebesar 2,5 persen dinilai setiap tahun atas seluruh pendapatan atau kekayaan yang mencapai 2.000 rupe (kira-kira 200 dolar AS) dan dipotong langsung dari rekening bak dan aset keuangan lainnya, se perti saham investasi, tunjangan, dan asuransi.

sumber : Dialog Jumat Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement