Selasa 01 Sep 2015 16:25 WIB

Islam Bagian Integral dari Sejarah dan Budaya Filipina

Rep: c38/ Red: Agung Sasongko
Seorang wanita muslim Filipina menangis saat berunjuk rasa menuju Kedutaan Israel  di Taguig, Metro Manila, Selasa (15/7), mengutuk serangan militer Israel ke wilayah penduduk Gaza . (Reuters / Erik De Castro)
Seorang wanita muslim Filipina menangis saat berunjuk rasa menuju Kedutaan Israel di Taguig, Metro Manila, Selasa (15/7), mengutuk serangan militer Israel ke wilayah penduduk Gaza . (Reuters / Erik De Castro)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Spanyol Armada Spanyol yang dipimpin Ferdinand Magellan mencapai Pulau Homonhon, di sebelah tenggara Provinsi Samar, Filipina pada tahun 1521. Peristiwa itu menjadi awal mula persentuhan Filipina dengan kolonialisme Eropa. 

Konon, ketika bangsa Spanyol tiba di wilayah Filipina, mereka menemukan sebuah bangsa yang memiliki agama dan adat istiadat seperti orang-orang Moor di Andalusia.  Spanyol pun mulai menyebut orang-orang di Filipina dengan istilah Moro.

Kolonialisme Spanyol, kemudian Amerika Serikat, merusak jalur Islamisasi di Kepulauan Filipina. Rombongan Da Legazpi datang bersama enam misionaris Kristen. Tercatat nama- nama misionaris yang menonjol dari masa ke masa, seperti Father Andreas de Urdanette, Augustinian, Fransician, Jesuit, Do minican, dan Augustinian Resollect. Sokongan dana dan kekuasaan dari Pemerintah Spanyol menyebabkan proses Kristenisasi berlangsung masif.

Wan Ahmad DS dalam Minoriti Muslim Cabaran dan Harapan Menjelang Abad ke-21, mencatat jumlah pemeluk Kristiani melonjak dari 100 ribu jiwa pada tahun 1583 menjadi 12 juta jiwa pada awal abad ke-19. Hal itu menjadikan Filipina negara berpenduduk Nasrani terbesar di Asia Tenggara. Kontestasi Islam dan Katolik Roma yang di bawah penjajahan Spanyol ini menimbulkan perpecahan antara umat Kristen Filipina dan kaum Muslim.

Pasang surut Selepas kemerdekaan Filipina, hubungan antara Muslim dan pemerintah terus mengalami pasang surut. Pasang surut yang sejatinya merupakan warisan masa kolonialisme. Ada akar sejarah dan identitas yang tak terjembatani.

Mayoritas Muslim Sulu, Mindanao, dan Filipina Selatan sejak awal telah gigih menolak upaya misionaris. Tidak hanya itu, mereka juga menolak tunduk kepada Spanyol.

Konflik antara Spanyol dan suku Moro di Filipina Selatan terus berlanjut usai Filipina mendapatkan kemerdekaan pada 1920. Suku Moro menghendaki kemerdekaan sendiri. Pada 1972, perjuangan kemerdekaan dikendalikan Moro National Liberation Front (MNLF).

Akibatnya, tiap kali orang membincangkan Islam di Filipina atau suku Moro, hanya separatisme yang terbayang di benak mereka.  Gambaran Islam yang semula berjaya di tanah itu seolah terkikis.

Walau sempat terdesak, Islam tetap menjadi bagian integral dalam sejarah dan budaya Filipina. Menurut data "Laporan Kebebasan Beragama Internasional" Departemen Luar Negeri AS tahun 2012, perkiraan terbaru dari Komisi Nasional Muslim Filipina (NCMF)  menyatakan ada sekitar 10,3 juta Muslim atau 11 persen dari total penduduk.

Jumlah itu menjadikan Islam sebagai agama minoritas terbesar. Rata-rata berasal dari kelompok etnis minoritas yang beragam.  Meski sebagian besar memeluk Suni, sejumlah kecil penganut Syiah tinggal di Provinsi Lanao del Sur dan Zambaonga del Sur di Mindanao.

Konversi Kristen ke Islam adalah fenomena khas di kalangan Filipina saat mereka tinggal dan bekerja di luar negeri. Demikian tercatat dalam Laporan Departemen Luar Negeri AS tahun 2012. Tidak sedikit mualaf yang tetap Muslim setelah kembali ke negara itu. Mereka secara kolektif dikenal dengan istilah "balik Islam".

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement