Jumat 05 Apr 2019 09:41 WIB

Empat Prinsip Hidup Muslim untuk Sukses Dunia Akhirat

Muslim harus unggul di dunia sebagai sarana menuju akhirat.

Prof Dr KH Didin Hafidhuddin (kiri).
Foto: Dok SBBI
Prof Dr KH Didin Hafidhuddin (kiri).

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR – Alquran memberikan tuntunan kepada kaum Muslimin untuk meraih hidup sukses di dunia dan akhirat.  Salah satunya adalah Surat Al Qhoshosh (28) ayat 77, yang artinya, “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”

“Ayat ini berkaiatan dengan empat  prinsip hidup Muslim, supaya sukses hidup didunia dan akhirat,” kata guru besar IPB Bogor dan Universitas Ibnu Khaldun (UIKA) Bogor, Prof Dr KH Hafidhuddin MS.

Ia mengutarakan hal tersebut saat mengupas Kajian Tafsir Tematik Pendidikan di Masjid Al Ikhlas Bosowa Bina Insani, Bogor, Jawa Barat, Jumat (5/4). Pengajian tersebut diikuti para guru Sekolah Bosowa Bina Insani (SBBI).

Kiai Didin menjelaskan, prinsip pertama agar hidup sukses di dunia dan akhirat adalah menjadikan akhirat sebagai tujuan. Hal ini sangat penting, karena kehidupan akhirat merupakan kehidupan yang  abadi, sedangkan  dunia sifatnya  terbatas atau  alam fana.

“Dunia adalah darul amal  (tempat beramal), sedangkan akhirat adalah darul jaza (tempat pembalasan). Kita sebagai Muslim harus yakin kehidupan akhirat,” ujarnya seperti dikutip dalam rilis SBBI yang diterima Republika.co.id, Jumat (5/4).

Orang yang memiliki kesadaran yang tinggi, Kiai Didin menambahkan, adalah  mereka yang menjadikan  akhirat sebagai tujuan utama. Orang tersebut pasti  bertanggung jawab dalam hidupnya kepada Allah SWT. Misalnya dalam hal mencari rezeki. Mereka hanya mencari rezeki yang halal, dan menjauhkan diri dari rezeki yang haram. “Hal itu karena mereka meyakini, sekecil apa pun sebuah perbuatan pasti dimintai pertanggungjawabannya,” tuturnya.

Allah menegaskan dalam Surat Al-Zalzalah ayat 7 dan 8, “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.”

Prinsip kedua, kata Kiai Didin, kaum Muslimin harus menguasai dunia, tapi tidak dikuasai dunia. ““Kita harus unggul di dunia.  Kita harus menguasi urusan dunia,  tapi jangan sampai kita dikendalian oleh dunia. Kita harus mengusai ekonomi,  tapi  jangan sampai  kita  dikendalikan oleh ekonomi.  Orang yang seperti ini ringan tangan untuk bersedekah,”  ujarnya.

Pakar zakat itu menyebutkan, para sahabat Nabi banyak yang merupakan orang kaya atau menguasai ekonomi, namun mereka tidak dikuasai ekonomi. Mereka gemar bersedekah. Contoh Utsman bin Affan. Sekali  ia bersedekah, jumlahnya 100 ekor unta. Kalau harga satu unta Rp 50 juta, berarti sekali dia bersedekah jumlahnya Rp 5 miliar. Contoh lain, saudagar Abdurrahman bin Auf  yang menyedekahkan dua per tiga keuntungan bisnisnya kepada masyarakat.  “Mereka menjadikan dunia ini sebagai sarana menuju kebahagiaan akhirat,” paparnya.

Prinsip ketiga adalah berbuat baiklah semaksimal mungkin tanpa melihat atau memperhitungkan balasan yang akan diterima. “Contohlah Allah yang berbuat baik kepada para makhluknya, tanpa berharap balasan apa pun dari makhluk-Nya. Apa pun pekerjaan kita, termasuk di antaranya menjadi guru, berbuatlah yang terbaik, berikanlah yang terbaik. Jangan kaitkan dengan imbalan atau gaji, melainkan berikanlah yang terbaik karena Allah. Allah pasti memberikan balasan yang terbaik  melalui berbagai cara. Pendek kata, kita harus bekerja secara maksimal, tidak melihat materi semata,” ujarnya.

Prinsip keempat, kata Kiai Didin, kaum Muslimin tidak boleh  membuat kerusakan di muka bumi ini. “Kerusakan ini mencakuo berbagai hal, termasuk kerusakan ekonomi, lingkungan, pendidikan dan lain-lain. Kita harus menghindarkan diri kita dari berbuat kerusakan, sebab Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan,” tegasnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement