Senin 11 Mar 2019 20:59 WIB

Didin Hafidhuddin: Moderat tidak Berarti Semua Agama Sama

Prof Didin Hafidhuddin menjelaskan adanya persamaan dalam hal muamalah.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Hasanul Rizqa
Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI), Didin Hafinuddin (tengah)
Foto: Republika TV/Havid Al Vizki
Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI), Didin Hafinuddin (tengah)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Konsep moderat atau moderasi hendaknya dimaknai secara sungguh-sungguh dalam kaitannya dengan kehidupan beragama. Di sisi lain, sikap atau pemikiran moderat tidak berarti pengakuan kebenaran atas semua agama.

Sebab, masing-masing agama memiliki akidah. Moderat itu dimaknai sebagai hubungan yang berimbang, baik dalam kaitan antara seorang manusia dan Tuhan maupun antara manusia dan sesama. Demikian disampaikan cendekiawan Muslim Prof Didin Hafidhuddin.

Baca Juga

"Menjaga hubungan dengan Allah dengan ibadah dan menjaga hubungan baik dengan sesama manusia. Tapi, jangan memaknai moderat ini untuk mengakui kebenaran semua agama," kata Didin Hafidhuddin kepada Republika.co.id, Senin (11/3).

Dia melanjutkan, perbedaan adalah sunnatullah. Karena itu, adanya hal-hal yang berbeda bukan untuk dipersatukan, tetapi untuk saling menghormati dan menghargai. Menurut dia, selama ini di Indonesia umat Muslim turut dalam menjalin persahabatan yang baik dengan kalangan non-Muslim.

Didin juga memaparkan, ada persamaan di semua agama dalam hal muamalah. Misalnya, masing-masing agama mengajarkan untuk tidak berkata dusta, berkhianat, dan berbagai perbuatan buruk lainnya yang sasarannya adalah manusia.

"Tetapi dalam akidah itu berbeda. Tidak mungkin disamakan. Kita juga berbeda dalam beribadah. Nah inilah yang harus dijaga," kata dia.

 

Buku Putih Terbitan Kemenag

Ihwal moderasi agama dinilai perlu untuk disebarkan. Hal itu mendorong Kementerian Agama (Kemenag) untuk menyelesaikan buku putih Moderasi Beragama.

Buku ini masih perlu diperkaya dengan berbagai pandangan dari cendekiawan, tokoh dari berbagai agama, dan aktivis yang selama ini fokus bicara soal moderasi agama.

Kepala Biro Humas Data dan Informasi (HDI) Kemenag, Mastuki mengatakan, penyusunan buku putih Moderasi Beragama itu sebetulnya sudah selesai. Hanya saja baru akan diluncurkan jika sudah melewati proses penelaahan dari berbagai kalangan di luar Kemenag. Jika ada masukan baru, isi buku akan direvisi terlebih dulu. Paling cepat, buku itu diluncurkan pada April nanti.

photo
Mastuki. Kepala Biro Humas, Data dan Informasi Kementerian Agama, Mastuki memberikan paparan saat wawancara bersama Republika di Kantor Kementerian Agama, Jakarta, Selasa (5/3).

"Bahan-bahannya sudah selesai. Jadi tinggal memperkaya. Belum ada waktu yang fix (peluncurannya) tapi Pak Menteri sudah memerintahkan secepatnya untuk mengundang tokoh-tokoh agama untuk memberikan perspektif," kata Mastuki kepada Republika.co.id, Senin (11/3).

Dia menjelaskan, buku Moderasi Agama merupakan panduan untuk memudahkan pejabat dan aparatur sipil negara (ASN) di tiap direktorat jenderal, kantor-kantor wilayah, dan perguruan tinggi di bawah Kemenag. Sebab, pihaknya memandang perlu upaya menjadikan basis agama mudah dipahami oleh pejabat dan ASN Kemenag agar tidak terjadi bias.

Isi buku itu secara umum, lanjut Mastuki, yaitu soal bagaimana beragama pada titik yang moderat, yakni tidak ekstrem ke kanan atau kiri. Karena itu, kata Mastuki, buku itu nantinya menjadi pedoman bagi seluruh ASN dari masing-masing agama. Misalnya, semua yang beragama Islam, maka hendaknya memahami moderasi beragama, sebagaimana yang diajarkan di dalam Islam.

"(Dalam buku itu), ada nilai-nilai yang mendasari dan dalil-dalil yang memperkuat, bagaimana implementasinya, dan kerangkanya kalau diterapkan dalam bentuk program kerja. Begitu juga Hindu, Buddha dan agama lainnya," ujar dia.

Mastuki melanjutkan, isi buku tersebut akan diterapkan ke masing-masing ditjen ataupun unit-unit teknis di lingkungan Kemenag. Misalnya Litbang Kemenag. Litbang ini nantinya melakukan penelitian dengan tema yang basisnya adalah moderasi agama. Termasuk juga dalam pendidikan dan pelatihan (diklat).

"Nanti bagaimana orang yang didiklat itu memahami konsep moderasi beragama. Karena di Kemenag itu banyak sekali, ada diklat, haji, pendidikan," tutur dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement