Sabtu 19 Jan 2019 19:37 WIB

Menag Ajak Millenial Pahami Moderasi Beragama

Kemenag sejak tiga tahun lalu gencar mengusung moderasi beragama.

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Andi Nur Aminah
Menteri Agama Lukman Hakim
Foto: Republika/Bayu Adji P
Menteri Agama Lukman Hakim

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin menjadi pembicara dalam acara Indonesia Millennial Summit (IMS) 2019 yang digelar IDN Times. Acara yang yang bertempat di Grand Ballroom Hotel Kempinski Jakarta ini diikuti 1.500 generasi muda dan mengusung tema "Shaping Indonesia's Future".

Moderasi beragama dewasa ini menjadi salah satu bahasan kaum millenial. Topik ini pun disampaikan oleh Menag. Ia menilai moderasi beragama menjadi formula ampuh dalam merespons dinamika zaman di tengah maraknya intoleransi, ektremisme dan fanatisme berlebihan yang bisa mencabik kerukunan umat beragama di Indonesia.

Menag pun mengajak kaum millennial untuk memahami moderasi bergama. "Kalau melihat agama secara kelembagaan, pastilah kita akan melihat ragam perbedaan. Tapi, agama juga bisa dan mestinya dilihat dari sisi dalam, yaitu: esensi dan subtansinya pada nilai-nilai universal," ujar Menag dalam keterangan yang didapat Republika.co.id, Sabtu (19/1).

Selanjutnya, ia mempersilakan bagi para milenial untuk mengamalkan ajaran agama, namun jangan menyeragamkannya. Agama butuh wilayah yang damai. Kehidupan yang damai menurutnya butuh spritualitas nilai agama.

Ia juga menambahkan, Kemenag sejak tiga tahun lalu gencar mengusung moderasi beragama. Agama dikatakan Menag pastilah moderat. Agama yang datang dari Tuhan tujuannya untuk kemanusian.

"Cara kita mengamalkan ajaran agama, sebagian kita boleh jadi terjebak pada pengamalan yang berlebihan. Di sinilah peran moderasi beragama untuk mengajak kutub-kutub yang berlebihanan kembali ke tengah," ujar Menag.

Dari kajian yang dilakukan, Lukman mengatakan, Kemenag mendapatkan hasil bahwa maraknya intoleransi dikarenakan pengamalan ajaran agama baru sebatas penekanan formalitas, belum menyentuh nilai-nilai esensial. Nilai yang dimaksud contohnya, agama tidak semata untuk Tuhan namun juga untuk manusia itu sendiri.

"Berindonesia hakikatnya beragama dan beragama hakikatnya berindonesia. Agama apapun pasti menekankan pada nasionalisme dan cinta Tanah Air," lanjutnya.

Terakhir, Menag menyebut setiap umat beragama di Indonesia mestinya harus memiliki kesadaran bahwa mengamalkan ajaran agama hakikatnya sedang menjaga keindonesian. Karena Indonesia merupakan negara religius dan agamis, bukan sekuler.

"Kalau saya mengamalkan ajaran agama yang saya anut itu sesunguhnya saya sedang menjaga Indonesia agar tetap agamis. Sebaliknya, jika saya mengamalkan kewajiban sebagai warna negara Indonesia dan patuh pada ketentuan itu sesungguhnya saya mengamalkan ajaran agama," tutup Menag.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement