Ahad 15 Oct 2017 07:13 WIB

Kepedulian Umar Terhadap Rakyatnya

Kelaparan melanda sejumlah negara di dunia (Ilustrasi)
Foto: politicalrogue.com
Kelaparan melanda sejumlah negara di dunia (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Umar merupakan salah seorang al-sabiqun al-awwalun (para perintis) dan salah seorang dari sepuluh orang yang dipersaksikan surga atas dirinya oleh Rasulullah SAW. Ia menjadi khalifah sepeninggalan Abu Bakar RA. Dia merupakan sosok pemimpin yang sangat peduli terhadap rakyatnya.

Dikutip dari buku 'Para Penggenggam Surga' karya Syaikh Muhammad Ahmad Isa, Zaid ibn Aslam meriwayatkan bahwa ayahnya berkata, “Aku berpergian bersama Umar ke pasar. Ketika itu seorang perempuan muda mendatanginya dan berkata, Wahai Amirul Mukminin, suamiku meninggal dunia dan meninggalkan seorang bayi perempuan yang demi Allah akan tumbuh besar tanpa tanah, kebun, dan makanan. Aku khawatir segala tentangnya. Aku adalah anak perempuan Khaffah ibn Ima’ Al-Ghifari. Ayahku ikut serta dalam perang Hudaibiyyah bersama Rasulullah.”

Kemudian Umar berhenti dan berkata, “ Selamat datang keluargaku.”

Lalu  dia mengambil dua kantong yang dipenuhinya dengan bahan makanan pada seekor unta. Dia letakkan juga pakaian dan uang di antara kedua kantong itu dan menyerahkan tali kekangnya kepada perempuan tersebut seraya berkata, “Bawa ini semua, Insya Allah akan mendatangkan kebaikan bagi dirimu.

Kemudian ada seorang laki-laki melihatnya dan memprotes apa yang dilakukan Umar. Ia mengatakan pada Umar bahwa pemberiannya kepada perempuan tersebut terlalu besar. Mendengar perkataan laki-laki tersebut Umar berkata, “Merataplah ibumu. Demi Allah yang kulihat adalah ayah dan saudara laki-lakinya, mereka mengepung benteng selama beberapa waktu sehingga benteng tersebut dapat ditaklukan dan sepertinya yang kita lakukan hanya memberikan rampasan perang kedua orang tersebut kepadanya.”

Kepedulian Umar terhadap rakyatnya tak hanya itu saja, seperti yang diriwayatkan dari Auza’i bahwa Umar ibn Al-Khaththab keluar rumah pada tengah malam. Hal tersebut dilihat oleh Thalhah. Umar masuk ke sebuah rumah, lalu ke rumah lainnya. Ketika pagi menjelang, Thalhah mendatangi salah satu rumah itu dan mendapati pemiliknya adalah seorang perempuan tua yang buta dan lumpuh.

“Apa urusan laki-laki tadi malam datang ke rumahmu?” tanya Thalhah. Perempuan tersebut mengatakan pada Thalhah bahwa laki-laki itu rutin mengunjunginya sejak lama. Di memberikan sesuatu yang dapat meringankan penderitaannya dan membersihkan kotorannya.

Mendengar perkataan sang nenek Thalhah berkata pada dirinya sendiri, “Celakalah engkau Thalhah, Umar tidak bisa ditiru."

Kisah lain juga diriwayatkan oleh Ibnu Umar yang bercerita bahwa suatu ketika serombongan pedagang datang. Umar berkata kepada Abdurrahman ibn Auf, “Apakah engkau bersedia menjaga mereka dari pencurian bersama denganku?” Abdurrahman menyanggupinya lalu mereka berdua berjaga-jaga. Tiba-tiba Umar mendengar tangisan  bayi. Umar menghampiri sumber suara tersebut dan berkata kepada ibu sang bayi, “Bertakwalah kepada Allah dan berbuat baiklah kepada bayimu.”

Lalu umar kembali ke tempatnya. Namun, si bayi kembali menangis dan Umar kembali menghampiri sang ibu sambil mengucapkan kalimat yang sama. Ketika mendengar tangisan bayi itu lagi pada akhir malam, dia berkata kepada sang ibu, “ Aku melihat dirimu adalah seorang ibu yang buruk. Aku tidak melihat anakmu tenang semalaman.”

“Wahai hamba Allah (mengindikasikan ketidaktahuannya akan Umar). Hal tersebut juga membuatku khawatir. Aku ingin menyapihnya, tetapi sepertinya dia menolak untuk disapih,” jawab sang ibu.

“Lalu mengapa engkau teruskan?” tanya Umar

Sang ibu menjawab, “Karena Umar tidak akan memberikan bantuan, kecuali bagi anak yang sudah disapih.”

“Berapa umurnya?” tanya Umar.

“Sekian bulan,” jawab sang ibu.

“Janganlah engkau terburu-buru menyapihnya,” kata Umar.

Kemudian dia shalat dan para jamaah tidak bisa mendengar jelas bacaannya karena suara tangisan bayi itu begitu hebat. Setelah mengucapkan salam dia berkata, “Betapa buruknya Umar. Berapa banyak anak Muslim yang meninggal dunia!”

Lalu dia memerintahkan agar bayi-bayi tidak terburu-buru disapih karena akan diberikan bantuan kepada semua bayi yang lahir dalam keadaan Islam. Permintaannya itu ditulis dan disebarkan ke penjuru negeri bahwa setiap bayi akan mendapatkan bantuan.

Diriwayatkan dari Zaid Ibn Aslam dari ayahnya yang bercerita, “Umar biasa berpuasa pada siang hari, ketika masa kelaparan. Ketika menjelang sore orang-orang akan makan roti yang dihancurkan ke dalam minyak.  Sampai pada suatu hari mereka menyembelih unta untuk dibagi-bagikan kepada orang banyak dan menyisihkan bagian yang terbaik untuk Umar. Maka, bagian punuk dan hati unta sembelihan tersebut diberikan kepada Umar.

“Apa ini?” tanya Umar saat menerimanya. “Wahai Amirul Mukminin, ini bagianmu dari unta yang kita sembelih hari ini,” jawab mereka. Seketika Umar berkata, “Betapa buruknya aku sebagai pemimpin  jika memakan bagian yang baik dari sembelihan itu dan memberi rakyatku tulang belulangnya. Angkat makanan ini dan berikanku makanan yang lain.”

Lalu mereka memberikan roti dan minyak samin kepadanya, Umar menghancurkan sendiri roti tersebut untuk dicampurkan ke minyak samin, tetapi dia berkata, “Celaka, wahai Yarfa’. Angkat mangkuk ini dan berikan kepada penduduk Tsamagh, karena aku belum memberikan apa pun kepada mereka sejak tiga hari yang lalu dan mereka pasti tidak memiliki persediaan makanan.” Makanan tersebut lantas diberikan kepada penduduk Tsamagh.

Keistimewaan Umar tidak terhitung sebagaimana cerita tentang dirinya yang tiada habisnya. Ia terkenal dengan keberanian, kecerdasan, dan kekerasan sifatnya, sebuah hal yang patut untuk dijadikan teladan bagi umat saat ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement