Senin 31 Dec 2018 16:00 WIB
Kaleidoskop 2018

Kartu Nikah, Disorot tapi Dinanti

Pembuatan kartu nikah merupakan buah dari pengembangan aplikasi Simkah Web.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Andi Nur Aminah
Pasangan suami istri menunjukan kartu nikahnya seusai peresmian Aplikasi Pencatatan Nikah (SIMKAH) Web dan Kartu Nikah di Auditorium Kementerian Agama, Jakarta, Kamis (8/11).
Foto: Republika/Mahmud Muhyidin
Pasangan suami istri menunjukan kartu nikahnya seusai peresmian Aplikasi Pencatatan Nikah (SIMKAH) Web dan Kartu Nikah di Auditorium Kementerian Agama, Jakarta, Kamis (8/11).

REPUBLIKA.CO.ID, Menjelang berakhirnya penanggalan Masehi 2018, Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI) meluncurkan kartu nikah. Pembuatan kartu nikah merupakan buah dari pengembangan aplikasi Sistem Informasi Manajemen Nikah (Simkah) berbasis website. Aplikasi Simkah ini bisa mencetak buku nikah dan kartu nikah.

Menteri Agama RI, Lukman Hakim Saifuddin menyampaikan, tujuan dibuatnya kartu nikah untuk memudahkan masyarakat mengakses layanan Kantor Urusan Agama (KUA) di mana pun yang telah terkoneksi dengan Simkah tanpa perlu membawa buku nikah. Sistem Simkah ini telah terintegrasi dengan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) secara nasional.

Alasan lain penerbitan kartu nikah ini juga karena dinilai dapat meminimalisir adanya pemalsuan buku nikah. Kartu nikah dilengkapi dengan kode QR yang terhubung dengan aplikasi Simkah berbasis website.

Menag Lukman mengatakan, kartu nikah ke depan akan dikembangkan menjadi kartu nikah digital sebagai salah satu inovasi layanan dengan visi masa depan. Sehingga bisa lebih efisien, simpel dan praktis sesuai dengan perkembangan teknologi.

photo
Tentang Kartu Nikah

Kartu nikah memiliki kelebihan karena menggunakan teknologi QR Code sebagaimana yang ada dalam buku nikah. QR Code dapat dibaca melalui aplikasi sederhana QR Scanner yang dapat diunduh dengan mudah melalui smartphone pada Playstore atau Appstore.

"Kemasan kartu nikah yang simpel akan memudahkan pemiliknya dalam mengakses layanan publik lain seperti pembuatan paspor, layanan perbankan dan lain-lain sebagai dokumen yang sah," ujar Menang Lukman.

Kartu nikah ini berisi informasi rangkuman data digital seperti di dalam buku nikah. Data tersebut meliputi nama pasangan suami-istri, nomor akta nikah, nomor buku nikah, nomor KTP, tempat dan waktu pernikahan. Semua itu bisa bisa dibawa secara simpel karena bentuknya kartu.

Kehadiran kartu nikah, bukan berarti menafikan buku nikah. Buku nikah pun tetap menjadi dokumen penting yang harus dijaga dan disimpan oleh pasangan suami-istri.

Kemenag RI juga memiliki target terkait penggunaan kartu nikah. Menag menjelaskan, targetnya agar pengelolaan administrasi nikah berbasis teknologi informasi dapat diterapkan di semua KUA. Tujuannya, agar meningkatkan kualitas layanan administrasi data nikah seiring dengan penggunaan aplikasi Simkah berbasis website di seluruh kantor KUA secara bertahap.

"Agar modernisasi pengelolaan data kependudukan berbasis online secara real time, transparan, akuntabel dan mudah diakses oleh siapapun," ujarnya.

Mengenai kesiapan Kemenag RI untuk mendukung Simkah berbasis website dan penggunaan kartu nikah, Menag menyampaikan bahwa banyak KUA yang telah siap mendukung pelaksanaannya. Sebab karakteristik Simkah mudah dioperasikan oleh sumber daya manusia (SDM) yang tidak memerlukan kualifikasi tinggi.

Sehingga Simkah dapat diterapkan di tingkat KUA Kecamatan. Bahkan, dari jumlah 5.945 KUA di seluruh Indonesia, sebanyak 3.078 KUA telah memenuhi standar layanan yang siap mendukung pelaksanaan program tersebut secara nasional.

Terkait kesiapan teknologi informasi (TI) Kemenag RI, Lukman juga menyampaikan, selama ini telah disediakan perangkat IT yang dikelola secara tersentral oleh Biro Humas, Data dan Informasi Kemenag dengan Data Center yang berlokasi di Jalan Lapangan Banteng dan Gedung Kemenag RI di Jalan MH Thamrin, Jakarta. Secara bertahap, kemampuan kapasitas server pusat sebagai pusat pengelolaan database dan jaringan internet akan terus ditambah seiring dengan kebutuhan nasional.

"Bagi wilayah-wilayah khusus yang belum terjangkau oleh jaringan internet, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam (Dirjen Bimas) telah menjalin kerja sama dengan Kementerian Informasi dan Komunikasi (Kominfo) untuk membuka akses yang lebih luas agar seluruh layanan KUA dapat terhubung dengan jaringan internet secara nasional," jelasnya.

Namun, berbagai langkah inovasi untuk penerapan kartu nikah ini menuai pro kontra. Kalangan wakil rakyat bahkan tidak satu suara, ada yang mendukung dan ada yang tidak. Pembuatan kartu nikah dinilai hanya sebuah pemborosan anggaran saja. Namun

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bahkan ikut angkat suara. Wakil Ketua KPK Saut Situmorang menilai harus ada kajian terkait pengadaan kartu nikah oleh Kementerian Agama. ini. KPK khawatir proyek kartu nikah karena alasan pembuatan yang murah justru tidak akan jadi efesien.

"Kalau dikaji baik buruknya dan ketemu lebih banyak baiknya mengapa tidak. Tapi ada pengalaman tentang pengadaan barang, yang utama bukan baik saja. Akan tetapi juga keberlanjutan konsistensinya, purna belinya, berlanjut atau malah dihentikan," kata Saut.

Sedangkan soal anggaran, anggota DPR Sodik Mujahid menuturkan pihaknya telah mengetahui rencana pembuatan kartu nika karena memang dibahas dalam pembahasan APBN. Menurut saat pemerintah mengajukan ke DPR maka dilakukan pengujian. “Kami menguji minimal empat hal. Yakni keamanan dan integrasi datanya, perihal keamanan kartu, biaya pembuatan kartu, serta soal kepraktisan.

photo
Penghulu KUA Gamping Sumardiyono menunjukkan uji coba Simkah Web di KUA Gamping . 

Berdasarkan ketentuan, seorang warga negara yang melangsungkan pernikahan di luar jam kerja dan di luar kantor urusan agama, harus membayar Rp 600 ribu. Biaya itu digunakan untuk transportasi penghulu, administrasi, dan lain sebagainya, termasuk masuk ke kas negara sebagai PNBP. Dari biaya itulah yang nantinta setiap peristiwa nikah akan disisihkan Rp 680 untuk biaya kartu nikah.

Menag menjelaskan anggaran pengadaan kartu nikah 2018 sudah disetujui Komisi VIII DPR RI menggunakan APBN. Menang meyaknikan dia memiliki bukti adanya persetujuan soal anggaran dari DPR.

Lalu belajar dari masukan berbagai kalangan, maka pengadaan kartu nikah pada 2019 nanti, tidak lagi menggunakan APBN. Salah satu pertimbangannya, karena pengadaan kartu nikah dituding hanya menghamburkan uang rakyat. Karena itu, Kemenag akan menggunakan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP). Menag mamastikan penggunaan anggaran PNBP tidak akan membebani masyarakat. “(Beban ke masyarakat, Red) tidak ada. Rakyat tidak dipungut biaya,” ujar Menag.

Menag menyampaikan, dari sisi SDM telah diadakan pelatihan fasilitator Simkah berbasis website mewakili Kantor Wilayah Kemenag dari seluruh provinsi. Merekalah yang akan memberikan pelatihan-pelatihan di masing-masing wilayah kepada seluruh operator KUA di wilayahnya agar mampu mengoperasikan Simkah berbasis website.

photo
Petugas Kementerian Agama (Kemenag) menunjukan Kartu Nikah di kantor Kemenag, Jakarta, Senin (12/11/2018).

Ia menambahkan, penyiapan infrastruktur berupa server dan jaringan yang memadai untuk mengoperasikan Simkah berbasis website dan penggunaan kartu nikah secara nasional terus dilakukan secara bertahap. Sedangkan tahap pertama proyek percontohan pelayanan kartu nikah telah dimulai di 67 kabupaten dan kota. Berikutnya akan terus dikembangkan sesuai dengan kesiapan sarana dan prasarana KUA serta sistem yang ada.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement