Kamis 16 Nov 2017 15:52 WIB

Dirjen Kemenag Susun Formula Tangani Aliran Sesat

Aliran sesat (ilustrasi)
Foto: Republika/Mardiah
Aliran sesat (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, MAKASSAR -- Direktorat Jenderal Kementerian Agama, melalui Bidang Urusan Agama Islam dan Penyelenggara Syariah Kantor Wilayah Kemenag Provinsi Sulsel mengelar temu konsultasi guna menyusun formula penanganan faham keagamaan yang dianggap bermasalah atau sesat.

"Sulsel menjadi barometer di Kawasan Timur Indonesia harus menjadi rule, maupun model dalam menangani kelompok-kelompok tersebut, baik dari sisi strategi, regulasi maupun sinergitas lintas sektoral, sehingga tercipta rasa nyaman dan aman di tengah masyarakat," kata Kasubdit Bina Faham Keagamaan Islam dan Penanganan Konflik, Kemenang, Siti Nur Azizah, Kamis (16/11).

Mewakili Dirjen Bima Islam Kemenang, pada pertemuan itu, Azizah mengingatkan, umat Islam di indonesia saat ini sedang menghadapi masalah besar dengan munculnya kelompok kelompok yang melakukan distorsi dalam memahami ajaran agama.  Puteri Ketua MUI KH Ma'ruf Amin ini menyebutkan, ada empat kelompok yang melakukan hal tersebut yaitu kelompok Radikalisme Agama, Kelompok Tekstualisme, Kelompok Liberalisme Agama serta Sesatisme Agama.

Menurutnya, keempatnya memiliki pemahaman keagamaan yang menyimpang terlalu jauh dari prinsip-prinsip ajaran agama. "Kegiatan ini bertujuan untuk menemukan formula atau design crisis centre dalam menangani para korban aliran atau gerakan keagamaan yang bermasalah sehingga bisa tertangani secara serius, konprehensif dan berkesinambungan," ungkap dia.

Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Sulsel Abd Wahid Thahir, saat itu dalam arahannnya menegaskan, bahwa radikalisme agama dan faham keagamaan yang bermasalah dibanyak kesempatan telah terbukti, berdampak pada munculnya sikap ekstrimisme yang berpotensi memunculkan tindakan terorisme.

Fakta menunjukkan, sebut dia, akibat ulah oknum yang beragama Islam yang melakukan aktifitas kekerasan dengan menggunakan simbol-simbol Islam, namun justru pada kenyataannya merugikan umat islam pada umumnya.

Dampaknya lain kemudian adalah, stigma negatif dilekatkan kepada umat Islam secara umum. Padahal, hakikatnya Agama Islam sama sekali tidak ada kaitannya dengan gerakan radikal apalagi terorisme.

"Tidak ada satupun pesan moral Islam yang menunjukkan adanya ajaran radikalisme dan terorisme," tegas Thahir juga menjabat Ketua Forum Kakanwil Kemenag se-Indonesia itu.

Kondisi inilah kemudian yang menjadi tantangan bagi Kementerian Agama dan tokoh agama dalam menghadapi interpretasi paham keagamaan yang tidak otoritatif atau bermasalah, bilamana dibiarkan akan melahirkan konflik horizontal yang berkepanjangan, bahkan buruk bagi bangsa kita kedepannya.

Olehnya, lanjutnya, semua elemen keagamaan harus memiliki 'Sense of Crisis' atau kepekaan terhadap perkembangan aliran atau gerakan keagamaan bermasalah di sekitarnya khususnya yang rentang menimbulkan konflik dan kekerasan. Formulasi deteksi dini harus diterapkan dalam mengidentifikasi setiap masalah.

Selain itu, Ulama, tokoh agama, dan lembaga keagamaan selaku penjaga warisan peradaban Islam juga memiliki tanggung jawab besar dalam membimbing dan membina umat agar bisa tetap konsisten menjalankan nilai nilai islam yang rahmatan lil aalamiin.

"Ketegasan dan kearifan serta kebijaksanaan sikap para pelayan umat sangat dibutuhkan saat ini, khususnya di Sulsel, diharapkan suasana kondusif tetap terjaga di tengah masyarakat. masyarakat yang aman, akan melahirkan kesejahteraan duniawi dan ukhrawy," paparnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement