Jumat 11 Dec 2015 20:29 WIB

Wajah Berjilbab Dominasi Pemenangan Perempuan di Pilkada 2015

Rep: muhammad subarkah/ Red: Muhammad Subarkah
Warga memperlihatkan surat pemberitahuan pemungutan suara saat mengikuti pemilihan Kepala Daerah periode 2015-2020 di Cieunteung, Kabupaten Bandung, Rabu(9/12). (Republika/Septianjar Muharam)
Foto: Republika/ Septianjar Muharam
Warga memperlihatkan surat pemberitahuan pemungutan suara saat mengikuti pemilihan Kepala Daerah periode 2015-2020 di Cieunteung, Kabupaten Bandung, Rabu(9/12). (Republika/Septianjar Muharam)

REPUBLIKA.CO.ID, Meski partisipasi pemiih pada Pilkada 9 Desember 2015 terbilang belum mengesankan, tapi masih ada kabar baik bagi kaum Muslimah Indonesia. Salah satunya adalah terpilihnya para perempuan yang berjilbab atau berkerudung dalam ajang ‘pesta’ coblosan kali ini.

Kenyataan tersebut  tampak jelas bila mencermati sosok 32 pemimpin perempuan yang akan menjadi pengayom rakyat di berbagai daerah hingga tahun 220 itu. Mayoritas mereka mengenakan jilab, hanya beberapa orang saja yang memakai kerudung, meski di banyak foto yang lain mereka juga sering menggunakan jilbab.

Sisanya yakni, empat orang saja, yakni Vonnie Anneka Panambuan (Bupati Minahasa Utara), I Gusti Ayu Mas Sumatri (Bupati Karang Asem), Christianty Eugenia Paruntu (Bupati Minahasa Selatan), dan Ni Putu Eka Wiryastuti (Bupati Tabanan) tak mengenakan jilbab karena mereka non muslim.

Sedangkan 28 calon pemimpin lainnya tampak begitu akrab dengan jilbab dan kerudung. Dari penelusuran aktivitas mereka melalui foto di situs Google.com para pemimpin perempuan juga tak sungkan memasang foto dengan mengenakan jilbab ketika melakukan kampanye.

Melihat kenyataan itu,maka apa yang kerapkali dituturkan mendiang Nurcholish Madjid (Cak Nur) beberapa tahun silam benar adanya. Tak bisa dibantah, kini memang telah terjadi perubahan besar dalam kehidupan keagamaan di Indonesia. Semakin lama Indonesa semakin santri. Dikotomi santri, abangan, dan priyayi sudah usang adanya. Islam dan ke-Indonesian telah menjadi kesatuan yang utuh dan solid.

‘’Kita tidak bisa bayangkan orang PNI/PDI Perjuangan kini ketika hendak berpidato begitu fasih mengucapakan asalamualaikum. Padahal dahulu di tahun 60-an salam ini tidak mereka kenal,’’ kata Cak Nur dalam sebuah diskusi sebelum dia wafat.

Dan sekiranya masih hidup, maka Cak Nur akan makin tersenyum melihat munculnya sejumlah pemimpin perempuan yang semuanya akrab dengan jilbab.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement