Kamis 10 Jan 2013 13:23 WIB

Proyek Perumahan Muslim Ditolak Warga Sydney

Rep: Agung Sasongko/ Red: Yudha Manggala P Putra
Pemuka Muslim Australia (ilustrasi)
Foto: AP PHOTO
Pemuka Muslim Australia (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, SYDNEY -- Rencana proyek perumahan halal khusus Muslim Australia di Sydney Barat, memicu protes warga lokal. Alasannya, proyek itu dianggap sebagai bentuk agresi.

"Proyek perumahan itu tidak untuk kepentingan masyarakat banyak tapi akan menciptakan agresi,"  ungkap Christine Stacy, 54 tahun, warga lokal, seperti dikutip The Telegraph of Australia, Kamis (10/1). 

Hal senada juga diungkap warga lokal lainnya, Jeannte Mowbray. Ia khawatir pembangunan perumahan itu menyebabkan umat Islam mengambilalih daerah tersebut.

Anggota Dewan Kota Blactown, Alan Pendleton menilai proyek perumahan itu memecah belah masyarakat. "Saya kira, ada kekhawatiran tentang adanya kantong Muslim. Jadi, kalau anda berminat tentu anda harus menjadi Muslim," kata dia. 

Anggota parlemen negara bagian New South Wales, Hawkesbury Ray Williams mengaku tidak bisa membayangkan dampaknya jika pengembang lain mengiklankan pula perumahan khusus Yahudi-Kristen. Tentu, iklan itu akan dirusak. 

Secara terpisah, pengembang proyek itu, Qartaba Homes, mengatakan proyek ini akan menjadi yang pertama bagi Muslim Australia. 

Terkait ada motif lain dibalik proyek itu, mereka mengatakan perumahan ini murni bisnis tidak ada tendensi apapun termasuk dominasi Muslim.  "Kami mengerjakan proyek ini karena murni bisnis. Kami ingin semua agama hidup bersama secara damai di Australia. Kami tidak menginginkan adanya perpecahan," ucap Direktur Qartaba Rana Wajahat.

Sementara itu, warga lokal lain, menyambut baik gagasan itu dengan alasan protek tersebut meningkatkan geliat perekonomian di wilayahnya. "Saya pikir itu baik," kata dia. 

Sosiolog, Universitas Technology of Sydney, Andrew Jakubowicz menilai proyek itu akan menciptakan sebuah lingkungan dimana orang-orang dari keyakinan agama berbeda merasa nyaman. Kebutuhan itu telah ada, dan masih terjaga seperti yang dilakukan komuntas Kristen Anglikan dan Yahudi. "Saya kira ini normal," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement