Jumat 31 May 2019 21:00 WIB

Asal Mula Tinta di Dunia Islam

Tinta dan zat warna merupakan bahan yang sangat penting.

Manuskrip Timbuktu, warisan peradaban Islam yang terancam punah (ilustrasi).
Foto: nfvf.co.za
Manuskrip Timbuktu, warisan peradaban Islam yang terancam punah (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Tinta dan zat warna merupakan bahan yang sangat penting untuk menopang aktivitas keilmuan dan seni. Karena itulah, umat Muslim pada zaman kekhalifahan memberi perhatian khusus terhadap ketersediaan tinta dan zat warna. 

Perkembangan industri tinta dan zat warna direkam secara khusus oleh al-Muzz Ibnu Badis (wafat 416 H/1025 H) dalam bukunya bertajuk Umdat Al-Kuttab (Keahlian Menulis dan Peralatan Orang-Orang Arif).

Will Kwiatkowski dalam bukunya berjudul Ink and Gold: Islamic Calligraphy menuturkan, produksi tinta di dunia Islam telah dimulai 1.000 tahun yang lalu. Pada masa itu, tinta digunakan untuk menulis kaligrafi. 

Produksi tinta sama pesatnya dengan pencapaian dunia Islam di bidang seni kaligrafi. Produksi tinta berkembang di setiap kekhalifahan, seperti Abbasiyah (749-1258), Seljuk (1055-1243), Safawiyah (1520-1736), dan Mughal (1526-1857).

Ahmad Y al-Hassan dan Donald R Hill dalam bukunya bertajuk Islamic Technology: An Ilustrated History mengungkapkan, pada era kejayaannya, peradaban Muslim telah mampu memproduksi tinta hitam. Pada masa itu, terdapat dua tipe utama tinta permanen. Pertama, tinta permanen yang dihasilkan dari partikel-partikel halus karbon, kedua tinta hitam yang berasal dari besi tanat.

Dalam bukunya berjudul Keahlian Menulis dan Peralatan Orang-Orang Arif, Ibnu Badis juga mengungkapkan keberhasilan umat Islam dalam memproduksi tinta berwarna, cat minyak, dan pernis. Zat warna seperti ini digunakan dengan pena atau sikat dan digunakan untuk menulis, melukis miniatur pada kertas, kulit, kayu, dan permukaan-permukaan lain. 

Ibnu Badis, seperti dikutip al-Hassan dan Hill, memaparkan, pewarna hitam berasal dari karbon yang diperoleh dari jelaga lampu atau arang khusus seperti yang diterangkan sebelumnya. "Pewarna putih dihasilkan dari timah (isfidaj), bahkan terkadang dicampur dengan putih tulang," paparnya.

Lalu, bagaimana dengan pewarna merah? Menurut al-Hassan dan Hill, pewarna merah yang ditemukan dunia Islam terdapat dalam berbagai nuansa. Unsur pokoknya adalah cinabar (zanifar), kristal merkuri sulfida dan timah merah (isribj), kadang juga digunakan lempung batu besi yang mengandung lapisan merah. 

Menurut al-Hassan dan Hill, pewarna biru didapat dari mineral lapis lazuli. Selain itu, azurit (suatu bentuk tembaga karbonat) dan indigo juga digunakan sebagai pewarna biru. Pewarna hijau diperoleh dari verdigris tembaga karbonat basa (zinjar) dan dari mineral malasit. Untuk nuansa hijau yang lain, termasuk warna tanaman, dibuat dengan mencampur berbagai zat warna. 

sumber : Islam Digest Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement