Selasa 12 Jun 2018 19:30 WIB

Terapi Musik dan Kiprah Ilmuwan Muslim

Keberadaan suara sangat penting untuk eksistensi manusia.

Musisi Muslim telah menjadikan musik sebagai alat pengobatan atau terapi.
Foto: Muslimheritage.com/ca
Musisi Muslim telah menjadikan musik sebagai alat pengobatan atau terapi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam peradaban Islam, ada sejumlah ilmuwan yang memiliki kepakaran dalam bidang terapi musik. Di antara mereka adalah Al-Kindi dan Al-Farabi. Seperti apa kiprah mereka, berikut ulasan singkatnya.

Al-Kindi

Al-Kindi atau al-Kindus adalah ilmuwan jenius yang hidup di era kejayaan Islam Baghdad. Kejayaan Islam saat itu dikawal oleh Dinasti Abbasiyah. Sebanyak lima periode khalifah dilaluinya, yakni al-Amin (809-813), al-Ma'mun (813-833), al-Mu'tasim, al-Wasiq (842-847), dan Mutawakil (847-861).

Kepandaian dan kemampuannya dalam menguasai berbagai ilmu, termasuk kedokteran, membuatnya diangkat menjadi guru dan tabib kerajaan. Khalifah juga memercayainya untuk berkiprah di Baitulhikmah yang kala itu gencar menerjemahkan buku-buku ilmu pengetahuan dari berbagai bahasa, seperti Yunani.

Ketika Khalifah al-Ma'mun tutup usia dan digan- tikan putranya, al-Mu'tasim, posisi al-Kindi kian diperhitungkan dan mendapat peran yang besar. Dia secara khusus diangkat menjadi guru bagi putranya. Al-Kindi mampu menghidupkan paham Muktazilah.

Berkat peran Al-Kindi pula, paham yang mengutamakan rasionalitas itu ditetapkan sebagai paham resmi kerajaan.

Selama menggeluti ilmu pengetahuan di Baitulhikmah, al-Kindi telah melahirkan 260 karya. Dari karya-karya itu, tampak jelas bahwa al-Kindi adalah seorang yang beril- mu pengetahuan luas dan dalam.

Ratusan karyanya itu dipilah ke berbagai bidang, seperti filsafat, logika, ilmu hitung, musik, astronomi, geometri, kedokteran, astrologi, dialektika, psikologi, politik, dan meteorologi. Dari buku-buku karyanya, terbanyak adalah tentang geometri (32 judul). Filsafat dan kedokteran masing-masing 22 judul. Ilmu logika sebanyak sembilan judul dan fisika 12 judul.

Al-Farabi

Sosok dan pemikiran al-Farabi hingga kini tetap menjadi perhatian dunia. Buah pikirnya, salah satunya tentang ilmu logika, berpengaruh besar terhadap dunia Barat. Pemikirannya juga memengaruhi Ibnu Sina dan Ibnu Rush.

Al-Farabi atau masyarakat Barat menyebutnya Alpharabius, memiliki nama lengkap Abu Nasr Muhammad ibn al-Farakh al-Farabi. Tak seperti Ibnu Khaldun yang sempat menulis otobiografi, Farabi tidak menulis otobiografi.

Tak ada pula sahabatnya yang mengabadikan latar belakang hidup sang legenda itu, sebagaimana al- Juzjani mencatat jejak perjalanan hidup gurunya, Ibnu Sina.Tak heran, muncul beragam versi mengenai asal-muasal Farabi.

Ahli sejarah Arab pada abad pertengahan, Ibnu Abi Osaybe'a, menyebutkan, ayah Farabi berasal dari Persia. Mohammad Ibnu Mahmud Al- Sahruzi juga menyatakan, Farabi berasal dari sebuah keluarga Persia.

Filsuf sekaligus pemikir besar Islam, Ibnu Sina (980-1037) menulis, ia mendapatkan banyak hal dari karya Farabi. Dia bahkan mengaku bela- jar musik dari Farabi dan mem- praktikkannya.

`'Salah satu perawatan terbaik dan paling efektif adalah memperkuat kekuatan mental dan spiritual pasien, dan memberinya lebih banyak keberan- ian untuk melawan penyakit, ujar Sina.

Menurut dia, keberadaan suara sangat penting untuk eksistensi manusia. Suara yang tertata dan teratur memiliki efek mendalam pada jiwa seseorang.

sumber : Mozaik Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement