Rabu 14 Mar 2018 14:19 WIB

Suksesi Kepemimpinan Islam

selama periode Khulafa ar-Rasyidin, suksesi politik dilakukan dengan beragam cara.

Rep: Nashih Nasrullah/ Red: Agung Sasongko
Ilustrasi Mencari Pemimpin Umat
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Ilustrasi Mencari Pemimpin Umat

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hingga wafatnya, Rasulullah SAW tidak meninggalkan rujukan tertentu mengenai tata cara pergantian kepemimpinan Islam. Oleh karena itu, selama periode Khulafa ar-Rasyidin, suksesi politik dilakukan dengan beragam cara. Ada yang melalui kesepakatan (konsensus), ada pula yang melalui wasiat.

Contoh pengangkatan pemimpin lewat konsensus terjadi pada masa Khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq RA. Ketika itu para sahabat sepakat untuk membaiat tokoh senior asal Makkah itu sebagai pemimpin pertama umat Islam sepeninggalnya Nabi Muhammad SAW.

Ketika Abu Bakar wafat, tampuk kekhalifahan Islam dilanjutkan oleh Umar bin Khattab RA. Pengangkatan Umar sendiri ketika itu tidak melalui konsensus, melainkan berdasarkan surat wasiat yang ditinggalkan oleh Abu Bakar. Catatan tersebut sekaligus menempatkan Abu Bakar sebagai pemimpin pertama yang membuat wasiat terkait suksesi politik dalam sejarah dunia Islam.

“Dalam wasiatnya itu, Abu Bakar secara jelas menyatakan bahwa ia mencalonkan Umar bin Khattab sebagai penggantinya. Wasiat tersebut ditulis oleh Utsman bin Affan yang didikte langsung oleh Abu Bakar menjelang akhir hidupnya,” ungkap Profesor Masud-Ul-Hasan dalam buku Hadrat Abu Bakr, Umar, Usman, Ali (RA).

Penunjukan Umar sebagai pengganti Abu Bakar mendapat dukungan penuh dari kaum Muslimin saat itu. Di samping memiliki integritas tinggi, Umar juga dikenal setia membela Islam sejak Rasulullah SAW masih hidup.

Umar memerintah selama 10 tahun (dari 13-23 H/634-644 Masehi). Masa jabatannya berakhir dengan kematian di tangan pembunuh bernama Abu Lu'lu'ah, seorang majusi asal Persia. Untuk menentukan penggantinya, sebelum meninggal Umar tidak mewasiatkan satu nama seperti yang dilakukan Abu Bakar.

Dia mencalonkan enam orang sahabat dan meminta kepada mereka untuk memilih salah satu di antaranya menjadi khalifah. Keenam sahabat tersebut adalah Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, Sa'ad bin Abi Waqqash, dan Abdurrahman bin 'Auf. Setelah Umar wafat, mereka bermusyawarah dan akhirnya sepakat untuk menunjuk Utsman sebagai khalifah yang baru.

Masa kepemimpinan Utsman berlangsung selama 12 tahun. Masa pemerintahannya berakhir tragis. Utsman tewas di tangan kelompok pemberontak yang sudah terhasut fitnah yang disebarkan oleh Abdullah bin Saba.

Sepeninggalnya Utsman, tampuk kekhalifahan Islam diteruskan oleh Ali bin Abi Thalib. Pengangkatan Ali sendiri tidak melalui wasiat dari pendahulunya, melainkan baiat yang dilakukan oleh mayoritas rakyat dari kalangan Muhajirin dan Anshar.

Pemerintahan Ali berlangsung selama lima tahun (656-661 M). Selama masa kepemimpinannya tersebut, dia terlibat konflik dengan Muawiyah bin Abi Sufyan dari Bani Umayyah yang menginginkan adanya proses peradilan terhadap para pembunuh Utsman. Namun, hingga wafatnya Ali pada 661, tuntutan Muawiyah tersebut tidak pernah dikabulkan sang khalifah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement