Rabu 14 Mar 2018 13:42 WIB

Tingginya Solidaritas untuk Bebaskan Palestina

Mesir memobilisasi pasukannya di sepanjang perbatasan Israel di Semenanjung Sinai.

Pengungsi Palestina menyusul Perang Arab-Israel 1948
Foto: city-journal.org
Pengungsi Palestina menyusul Perang Arab-Israel 1948

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Perang Arab-Israel kembali meletus ketika Mesir melakukan nasionalisasi terhadap Terusan Suez pada 1956. Kebijakan yang digawangi oleh Presiden Mesir Gamal Abdul Nasser itu mendorong Israel untuk menginvasi Semenanjung Sinai sehingga menyebabkan peristiwa yang dikenal sebagai “Krisis Suez”.

Tak lama berselang, pasukan Inggris dan Prancis juga mendarat di Pelabuhan Suez. Keikutsertaan dua negara Eropa itu dalam konflik tersebut seolah-olah untuk memisahkan pihak yang bertikai. Namun, motivasi mereka sebenarnya pada waktu itu hanya untuk melindungi kepentingan investor di negara-negara yang terkena dampak nasionalisasi Terusan Suez oleh Mesir.

Perang Arab-Israel yang kedua ini berakhir dengan kesepakatan damai. Mesir setuju untuk membayar jutaan dolar kepada Suez Canal Company-selaku pemegang otoritas Terusan Suez sebelum dinasionalisasi oleh Presiden Nasser.

Pada dekade berikutnya, hubungan Israel dengan negara-negara tetangga Arab tidak pernah sepenuhnya normal. Menjelang Juni 1967, ketegangan antara Mesir dan Israel kembali meningkat. Mesir memobilisasi pasukannya di sepanjang perbatasan Israel di Semenanjung Sinai. Sementara, Israel meluncurkan serangkaian serangan udara terhadap lapangan udara Mesir pada 5 Juni. Peristiwa itu menimbulkan Perang Arab-Israel Ketiga yang berlangsung selama enam hari.

Dalam perang tersebut, Mesir juga dibantu oleh sejumlah negara Arab lainnya, yaitu Yordania dan Suriah. Di samping itu, Arab Saudi, Kuwait, Libya, Maroko, dan Pakistan juga ikut mendukung Mesir dalam pertempuran tersebut. Hasilnya, Mesir dan koalisi negara-negara Arab kembali menelan kekalahan. Menurut catatan, ada sekitar 19 ribu tentara Arab yang hilang atau gugur di medan perang kala itu.

Meski berulang kali menderita kekalahan, upaya yang dilakukan Arab Saudi, Mesir, Yordania, Suriah, Irak, dan Lebanon untuk membela Palestina di masa lalu menunjukkan betapa tingginya rasa solidaritas mereka sebagai sesama bangsa Arab pada waktu itu. Catatan sejarah tersebut menjadi ironis, mengingat hari ini negara-negara Arab saling memerangi saudara mereka sendiri di Yaman.

sumber : Islam Digest Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement