Kamis 11 Aug 2016 19:12 WIB

Dimensi Teologis dalam Sejarah Migrasi Manusia

Rep: Kabul Astuti/ Red: Agung Sasongko
Pembuatan bahtera Nabi Nuh (ilustrasi).
Foto: Blogs.cnn.com
Pembuatan bahtera Nabi Nuh (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Fenomena migrasi, perpindahan manusia dari satu tempat ke tempat lain, nyatanya telah bermula sejak zaman para nabi. Sejarah menyaksikan berbagai peristiwa migrasi umat manusia dari masa ke masa.

Ada beragam faktor yang melatarbelakangi. Mulai dari mempertahankan hidup sampai migrasi yang melibatkan alasan ideologis, politis, dan religius.

Ketika bahtera Nabi Nuh berlabuh di Gunung Judi, peristiwa itu menandai migrasi pertama dalam sejarah umat manusia. Gunung Judi adalah sebuah tempat di Armenia sebelah selatan, berbatasan dengan Mesopotamia. Menurut Ibnu Jarir dalam Qashash al-Anbiya karya Ibnu Katsir, Nabi Nuh hidup 116 tahun setelah Nabi Adam.

Kaumnya bernama Bani Rasib. Nabi Nuh dan kaumnya melakukan migrasi dalam peristiwa banjir bandang yang menenggelamkan seluruh permukaan bumi. Salah satu riwayat dari Ibnu Abbas menyebut, sebanyak 80 keluarga ikut dalam migrasi itu.

Anak cucu Nabi Nuh ditakdirkan menjadi orang-orang yang melanjutkan keturunan. Seluruh manusia di muka bumi saat ini berasal dari keturunan tiga anak Nuh; Ham, Sam, dan Yafits. 

Imam Ahmad mengatakan dalam musnad-nya, "Abdul Wahhab bercerita kepada kami, dari Sa'id, dari Qatadah, dari Samurah, Nabi Muhammad bersabda, 'Sam adalah nenek moyang bangsa Arab, Ham adalah nenek moyang bangsa Habasyah, dan Yafits adalah nenek moyang bangsa Romawi.'"

Pada masa berikutnya, migrasi juga dilakukan oleh Nabi Ibrahim. Ia berhijrah dari tanah kelahirannnya di Babilon ke Syam dan Mesir hingga akhirnya menetap di Baitul Maqdis. Hijrahnya Ibrahim dilakukan atas perintah Allah agar lebih leluasa beribadah dan berdakwah.

Ia membawa serta keponakannya, Luth, saudaranya, Nahur, istrinya, Sarah, dan istri saudaranya, Malik. Kendati dalam skala kecil, perjalanan Ibrahim, Siti Hajar, dan bayi Ismail ke Makkah juga dapat disebut migrasi. Ismail dan Siti Hajar terpaksa ditinggalkan Ibrahim di Makkah untuk mengatasi api kecemburuan Sarah. Ismail kemudian menetap dan beranak pinak di sana.

Masih dari masa nabi-nabi, Luth bersama para pengikutnya meninggalkan Sodom ketika negeri itu dibinasakan oleh Allah. Namun, tidak disebutkan ke mana tempat tujuan migrasi Luth. Nabi Musa beserta kaum Bani Israil juga melakukan migrasi dari Mesir ke Baitul Maqdis.

Mereka lari dari kejaran Fir'aun, membelah Laut Merah, sampai di wilayah Syam. Kaum Bani Israil melakukan migrasi ini lantaran di Mesir tertindas oleh kekuasaan Fir'aun dan kaum Qibhti. Mereka berusaha mencari pengharapan baru di wilayah Syam.

Dari kisah para nabi ini, ada beberapa motif yang mendasari proses migrasi. Semua peristiwa migrasi selalu melibatkan perintah dari Allah. Terlepas dari itu, ada migrasi yang dilakukan karena negeri asal sudah tidak bisa ditempati lagi, seperti kasus Nabi Nuh dan Luth.

Ada pula migrasi yang dilakukan karena kaum beriman tertindas di negeri asal. Mereka pergi ke wilayah lain untuk menjaga keimanan dan mengembangkan dakwah, seperti kasus Nabi Ibrahim dan Musa. Alasan yang kedua ini juga terjadi pada masa Nabi Muhammad.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement