REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masjid yang terletak di 21 Gangbeng Xiang, Distrik Songjiang, Kota Shanghai, Cina, ini menjadi salah satu bukti akulturasi Islam dan budaya lokal yang mengkristal dalam keindahan arsitektur.
Memadukan dua unsur peradaban yang berbeda, Arab Islam dan Cina yang berkarakter Dinasti Ming dan Qing, masjid ini sungguh mengagumkan.
Mulai dari bangunan utama, ruang shalat, mihrab, termasuk ruang wudhu, adalah titik-titik indah yang merepresentasikan kekayaan seni dari dua dinasti yang berbeda. Paduan seni Arab Islam dan Cina yang terdapat pada setiap bagian interior masjid ini terlihat saling menguatkan sehingga mampu membangunkan unsur nyentrik dan unik pada bangunan klasik yang berumur 400 tahun ini.
Jika dilihat detail keseluruhannya, tidak bisa dimungkiri unsur seni Cina lebih mendominasi pada masjid itu, terutama pada ruangan yang terbagi menjadi dua sekat ini. Akan tetapi, unsur lain yang ada pada masjid ini tetap memikat setiap orang yang meli hat.
Karena, memang ciri khas dari arsitektur Cina, antara lain, bangunannya selalu memiliki bentuk atap melengkung, ketersediaan ruangan ter buka, penggunaan kayu ukir, dan warna merah serta kuning yang selalu menghiasi setiap bagian bangunan.
Nah, pada ruang masjid ini, ada tiga ciri khas Cina yang dikatakan telah mendominasi ruangan utama masjid yang dinobatkan sebagai masjid tertua di Kota Shanghai ini. Pertama, adanya ruangan terbuka, kedua, kayu dengan sistem knock down (tanpa paku) dengan ukuran bervariasi dan ciri khas. Ketiga, adanya warna merah dan kuning yang terdapat pada kayu yang digunakan untuk kerangka dan tiang masjid serta pembatasan ruang mihrab.
Selalu adanya ruangan terbuka pada setiap bangunan warga Tionghoa memang memiliki arti tersendiri. Konon, meski ruangan ini terbuka, sifatnya tidak terbuka. Umumnya, ruang terbuka di Cina lebih privat dan digabungkan dengan kebun atau taman. Nah, pada Masjid Songjiang, bagian terbuka itu digunakan sebagai ventilasi udara.