Ahad 13 Dec 2015 20:10 WIB

Tokoh Buangan dan Islam di Sri Langka

Rep: c32/ Red: Agung Sasongko
Muslim Sri Langka
Muslim Sri Langka

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Lebih dari seratus tahun silam, Sri Lanka atau Ceylon pernah menjadi pulau pembuangan para tahanan politik pemerintah Hindia Belanda. Sri Lanka, yang antara tahun 1640-1796 dikuasai Belanda, merupakan tempat pengasingan kedua setelah Tanjung Harapan.

Mengingat lokasinya lebih dekat dengan Nusantara, Sri Lanka lebih disukai Belanda ketimbang Tanjung Harapan, yang tampaknya disediakan untuk tokoh-tokoh "buangan" kelas berat. Islam di Sri Lanka tumbuh bersama orang-orang "buangan" ini.

Secara geografis, Sri Lanka terisolasi dari pusat-pusat utama kebudayaan dan peradaban Muslim. Akan tetapi, dilansir dari Rootsweb Ancestry, Sri Lanka tercatat sebagai pulau tempat pertemuan lintas budaya.

KM De Silvas dalam "Historical Sur vey, Sri Lanka - A Survey" menulis, "Sekitar abad ke-8, orang-orang Arab telah membentuk koloni di berbagai pelabuhan penting di India, Sri Lanka, dan Hindia. Kehadiran orang-orang Arab di pelabuhan Sri Lanka setidaknya dibuktikan oleh tiga prasasti yang ditemukan di Kolombo, Trincomalee, dan Pulau Puliantivu."

Populasi Muslim Sri Lanka berkisar 10 persen dari total 16 juta jiwa. Mereka dominan di pesisir timur dan barat pulau itu. Meski kebanyakan menganut patriarki, sebagian Muslim di bagian timur pulau menelusuri garis keturunan mereka lewat jalur perempuan.

Mayoritas menganut Buddha, yang masuk ke pulau itu dari India selama pemerintahan Raja Devanampiya Tissa pada 307-267 SM. Faktor yang mendukung pertumbuhan komunitas Muslim di Sri Lanka bervariasi.

Etnis mayoritas Sri Lanka, Sinhala, tidak tertarik pada perdagangan sehingga bidang ini demikian terbuka lebar untuk umat Islam. Raja Sinhala menganggap permukiman Muslim menguntungkan karena menjalinkan hubungan dengan luar negeri, baik ekonomi maupun politik.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement