Senin 06 Jul 2015 06:06 WIB

Muhammad bin Yahya, Mufti Kesultanan Kutai Kertanegara Ing Martadipura (2-habis)

Rep: Amri Amrullah/ Red: Indah Wulandari
Habib Muhammad bin Ali Bin Yahya (kanan)
Foto: gpansorkukar
Habib Muhammad bin Ali Bin Yahya (kanan)

REPUBLIKA.CO.ID,TENGGARONG -- Habib Muhammad bin Ali Bin Yahya Tenggarong adalah seorang yang sangat tekun dalam menuntut ilmu dan selalu menyempatkan diri belajar dengan para guru sepanjang perjalanannya yang memakan waktu panjang.

Ia sangat berhati hati didalam memelihara kehormatan dirinya sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasulnya,sikapnya ini tetap terjaga sampai akhir hayatnya. Nama Tenggarong yang disematkan di belakang namanya merupakan sebutan ketika ia melakukan perjalanan ke timur nusantara dan sampai di wilayah Tenggarong, kini Kalimantan Timur pada 1877.

 

Saat itu Habib Muhammad bin Ali Bin Yahya berusia 33 tahun. Sesampainya ia di kawasan Tenggarong ternyata masyarakat sekitar telah mendengar kabar tersebut. Ia pun kemudian diminta oleh Sultan Kutai Kartanegara saat itu, Sultan Aji Alimuddin untuk mengobati putrinya yang sedang sakit.

 Atas izin Allah sang putri kemudian sembuh, rasa syukur dan terima kasih tersebut diungkapkan Sultan Aji Alimuddin dengan menikahkan Habib Muhammad bin Ali bin Yahya dengan putrinya, Aji Aisyah.

 

Sultan Aji Alimuddin pun memberi jabatan kepercayaan kepada Habib Muhammad bin Ali bin Yahya sebagai penghulu dan mufti kesultanan yang bergelar Raden Syarief Pangeran Noto Igomo.

Dari perkawinan ini beliau mempunyai 10 orang anak enam laki laki empat perempuan. Di Kesultanan kutai, Habib Muhammad bin Ali bin Yahya diberi jabatan penghulu,yang berwenang dalam pengaturan yang berkenaan dengan urusan urusan keagamaan.

 

Di saat hidup di tanah Kalimantan inilah, beliau bertemu kembali dengan sahabat beliau sewaktu di Hadhramaut yaitu Habib Alwi bin Abdullah Al-Habsy yang tinggal di Barabai  Hulu Sungai Utara Kalimantan Selatan.

 Hubungan sesama sahabat dan ulama ini terjalin sangat baik dan keduanya dikenal bahu membahu menyebarkan agama Islam di Kalimantan. Pada saat Habib Alwi membangun Pasar Batu di Hulu Sungai, Habib Muhammad mengirimkan bantuan berupa semen dan batu.

 

Selama aktif sebagai mufti, selain itu ia juga aktif mengajarkan ilmu agama kepada masyarakat Kutai, dari ilmu syariat sampai ilmu tasawuf. Semasa hidupnya beliau curahkan segenap kemampuannya untuk kemaslahatan umatdan masyarakat di Kerajaan Kutai dan sekitarnya.

Pada 26 Rabi'ul awwal 1366 H atau bertepatan dengan 17 Februari 1947 masehi Habib Muhammad bin Ali bin Yahya meninggal dunia dalam usia yang cukup lanjut 103 tahun.

 

Jasadnya dimakamkan di Pekuburan Jalan Gunung Gandek Tenggarong yang juga dikenal dengan Komplek Pemakaman Kelambu Kuning.

Makam Habib Muhammad bin Ali Bin Yahya berada dalam satu ruangan dengan istrinya, disamping ruangan Habib Muhammad bin Ali Bin Yahya Pangeran Noto Igomo terdapat ruangan yang sama besarnya disanalah dimakamkan Sultan Aji Muhammad Alimuddin Sultan Kutai.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement