Selasa 23 Apr 2019 23:04 WIB

Kemiskinan, Imbas dari Pemimpin yang Khianat

Sabda Nabi SAW, khianat itu mendatangkan kemiskinan.

(Ilustrasi) Seorang pemimpin semestinya tidak khianat
Foto: Republika/ Yasin Habibi
(Ilustrasi) Seorang pemimpin semestinya tidak khianat

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Mulyana

Rasulullah SAW mengajarkan, kemiskinan bukan hanya disebabkan kemalasan dalam berupaya mencari rezeki atau bekerja. Dalam perspektif yang lebih luas, kemiskinan suatu masyarakat juga dapat dipicu kesalahan penguasanya. Sabda beliau shalallahu 'alaihi wasallam, "Amanat itu mendatangkan rezeki, sedangkan khianat itu mendatangkan kemiskinan." (HR Dailami).

Baca Juga

Hadis tersebut jelas menunjukkan, salah satu sebab timbulnya kemiskinan adalah khianat. Khianat dalam konteks kehidupan sebagai bangsa, yakni tidak amanahnya para penguasa terhadap tanggung jawab. Demikian pula, para pejabat publik yang semestinya menjadi pelayan dan pengayom rakyat, justru mengkhianati segala amanat yang diembannya.

Sedikitnya, dua perilaku khianat yang menyebabkan timbulnya kemiskinan yang dahsyat. Pertama, tidak berpihak kepada rakyat kecil. Maksudnya, penguasa hanya membuat sistem peraturan dan kebijakan yang hanya menguntungkan kelompok tertentu atau bahkan golongannya sendiri. Akibatnya, muncul ketimpangan sosial. Di antara ciri-cirinya adalah berputarnya kekayaan dalam jumlah besar hanya pada segelintir orang.

 

Dalam masalah ini, Allah jelas-jelas melarangnya. Perhatikan firman-Nya, "Apa saja harta rampasan yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya yang berasal dari penduduk kota-kota, maka adalah untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu.

Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya." (QS. 59: 7).

Selain itu, tidak berpihaknya penguasa terhadap rakyat kecil. Hal itu bercirikan matinya nurani penguasa dalam memahami kesulitan ekonomi rakyat.

Penguasa lebih senang dalam mencabut subsidi untuk rakyatnya dan menaikkan harga-harga kebutuhan pokok serta kebutuhan yang berkaitan dengan hajat hidup rakyat. Sementara, subsidi untuk orang kaya dan konglomerat justru tidak dikurangi atau bahkan ditingkatkan.

Kedua, korupsi. Pemerintahan yang korup hanya berorientasi pada peningkatan pundi-pundi kekayaan penguasa, keluarga, dan kelompoknya sendiri. Sementara, rakyat umumnya hanya sebagai alat dagang untuk mendapat berbagai kucuran dan pinjaman dana.

Akibatnya, kesejahteraan rakyat semakin jauh dari harapan, kemiskinan meluas, rakyat menderita, dan menanggung beban utang yang besar.

Pada saat ini, kemiskinan yang dihadapi bangsa ini masih menjadi masalah yang luar biasa besar. Karenanya, salah satu cara untuk mengatasinya adalah bangsa ini harus dipimpin oleh orang yang amanah. Bangsa ini harus dipimpin oleh orang-orang yang jujur, bermoral, dan memiliki keberpihakan yang jelas kepada rakyat kecil.

Jika bangsa ini terus-menerus dipimpin oleh orang-orang yang tidak amanah, maka kemiskinan akan semakin meningkat. Bahkan, mungkin kehidupan kita sebagai bangsa akan bangkrut. Karenanya, rakyat yang memegang kedaulatan dan keinginan, maka rakyat harus dapat mengubah dan menentukan pemimpinnya. Ingatlah, Allah memerintahkan, "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya ...." (QS 4: 58). Wallahu a'lam bis-shawab.

sumber : Pusat Data Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement