Sabtu 17 Nov 2018 17:56 WIB

Apakah Anjing Najis? Ini Tiga Opsi Fatwa Ulama Fikih

Umat Islam diberi pilihan mengikuti salah satu dari tiga opsi tersebut.

Warga membawa hewan peliharaan anjing di kawasan Mangga Dua Selatan, Jakarta, Rabu (3/10).
Foto: Antara/Galih Pradipta
Warga membawa hewan peliharaan anjing di kawasan Mangga Dua Selatan, Jakarta, Rabu (3/10).

REPUBLIKA.CO.ID, Belakangan ini, memelihara anjing menjadi salah satu tren yang digandrungi sejumlah masyarakat. Tidak hanya di Indonesia, tetapi juga tren di banyak negara dengan mayoritas penduduk Muslim. Muncul pertanyaan, apakah hukum anjing itu sendiri, najiskah? 

Dalam sebuah hadis  riwayat Abu Hurairah disebutkan, Rasulullah SAW bersabda: “Apabila anjing menjilat wadah seseorang, maka keriklah (bekasnya) lalu basuhlah wadah itu tujuh kali.” (HR Bukhari dan Muslim). 

Menyikapi hadis tersebut, para ulama berbeda berpendapat. Mengutip Lembaga Fatwa Mesir Dar al-Ifta, ada tiga opsi pandangan ulama menyikapi status najis atau sucikah binatang anjing,  yaitu sebagai berikut: 

Pertama, para ulama Mazhab Syafi’i dan Hanbali berpendapat, bahwa anjing najis secara kesuluruhan, baik segala yang kering dari anggota tubuhnya atau pun yang basah. 

 

Kedua, ulama Mazhab Hanafi berpandangan status anjing itu pada dasarnya suci kecuali bagian yang basah dari anjing seperti kencing, keringat, liur, dan segala yang basah hukumnya adalah najis. 

Ketiga, menurut ulama Mazhab Maliki, status anjing suci secara keseluruhan tidak najis, baik bagian yang kering dari hewan mamalia itu ataupun yang basah. 

Dalam pandangan mereka, hukum bersuci sebagaimana hadis di atas tersebut, hanya berlaku khusus untuk membersihkan bejana, wadah, periuk, atau apapun yang dipakai minum atau makan anjing.   

Dalam kitab asy-Syarkh ash-Shaghir ma’a Hasyiyat as-Shawi Alaihi, disebutkan bahwa jika ada anjing yang menjilati periuk sekali atau lebih, maka dianjurkan untuk membuang air atau makanan itu kemudian disunahkan membersihkan periukk tadi tujuh kali, seperti tuntunan hadis atas dasar ta’abbudi, meski sebenarnya anjint itu sendiri suci. 

Lembaga Fatwa Mesir menyarankan, agar tidak terjebak dalam perdebatan pendapat dan menggunakan prisnip berhati-hati, lebih baik menggunakan opsi yang pertama, yakni hukum anjing adalah najis. 

Kendati demikian, Lembaga ini juga mempersilakan bagi mereka yang ingin keringanan tertentu, boleh saja mengambil opsi pendapat yang ketiga, bahwa anjing tidaklah najis, seperti pendapat Mazhab Maliki. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement