Senin 09 Oct 2017 13:33 WIB

Hukum Shalat di Masjid yang Memiliki Makam

Rep: A Syalaby Ichsan/ Red: Agung Sasongko
Pekerja sedang membersihkan pemakaman di kompleks Masjid Assalafiyah, Jatinegara Kaum, Jakarta, Rabu (23/4).
Foto:

Maka, Rasulullah SAW mengangkat kepalanya lalu bersabda: 'Mereka (orang Nasrani itu) jika di antara orang-orang saleh mereka meninggal dunia, mereka membangun gereja di atas kuburannya, kemudian melukis berbagai lukisan di dalamnya. Mereka adalah seburuk-buruk makhluk di sisi Allah." (HR al-Bukhari, Mus lim, dan an-Nasai).

Tidak hanya itu, ada juga hadis-hadis yang khusus melarang umat Islam untuk menghadap kuburan. "Diriwayatkan dari Abu Mart sad al-Ghinawi, ia berkata: Ra sulullah SAW bersabda: Janganlah kamu duduk di atas kuburan dan janganlah kamu shalat menghadap ke arahnya."(HR Mus lim).

Dengan demikian, Majelis Tarjih Muhammadiyah berpendapat jikalau shalat di masjid yang ada kuburan di dalamnya dan shalat menghadap kuburan itu hukumnya makruh. Karena itu, lebih baik ditinggalkan. Meski demikian, kalaupun dilakukan, maka shalat itu sah selama kuburan itu tidak dijadikan sebagai sesembahan.

Mengenai adanya makam yang diletakkan di dalam Masjid Nabawi, ulama-ulama salaf mengemukakan jikalau makam Nabi dan dua sahabat pada mulanya berada di rumah kediaman Rasulullah SAW. Setelah adanya perluasan Masjid Nabawi, makam ini baru masuk ke dalam area masjid pada 94 Hijriyah. Makam itu pun disebutkan tidak termasuk dalam bangunan masjid karena adanya pemisah berupa dinding yang mengelilinginya dan menyimpang dari arah kiblat.

Kalaupun ada yang berpendapat makam itu ada di dalam Mas jid Nabawi, maka makam itu men dapat pengecualian. Ibnu Tai miyyah menegaskan hukum ini pada kitabnya yang berjudul Al-Jawab Al-Bahir fi Zuril Ma qabir (22/1-2): "Shalat di masjidmasjid yang dibangun di atas ku buran terlarang secara mutlak [7].

Lain halnya dengan masjid Nabi Shalallahu 'alaihi wa Sallam karena shalat di dalamnya bernilai seribu shalat (di masjid-masjid lain) dan masjid ini dibangun di atas ketakwaan, di mana kehormatannya (kemuliaannya) terpelihara pada masa hidup beliau Shalallahu 'alaihi wa Sallam dan masa al-Khulafa`ur Rasyidin, se belum dimasukkannya kamar (ru mah) tempat penguburan be liau Shalallahu 'alaihi wa Sallam sebagai bagian dari masjid. Dan hanyalah sesunggguhnya (perluasan masjid dengan) memasuk kan kamar tersebut sebagai bagi an dari masjid terjadi setelah ber lalunya masa para shahabat." Wallahualam.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement