Ahad 13 Nov 2016 17:54 WIB

Din: Nurani Saya Yakin Ahok Bukan Pemimpin Cocok Bagi Jakarta

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Agus Yulianto
Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (Watim MUI) Din Syamsudin (kanan) didampingi Wakil Ketua Watim MUI Didin Hafiduddin menyampaikan paparannya pada acara Rapat Pleno VIII Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia, di Jakarta, Rabu (18/5).
Foto: Republika/ Darmawan
Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (Watim MUI) Din Syamsudin (kanan) didampingi Wakil Ketua Watim MUI Didin Hafiduddin menyampaikan paparannya pada acara Rapat Pleno VIII Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia, di Jakarta, Rabu (18/5).

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsudin menegaskan, dirinya menolak Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) bukan karena Kristiani atau Tionghoa. Din juga membantah sikapnya terhadap Ahok karena merupakan pendukung satu dari dua pasangan calon lain di pemilihan gubernur (pilgub) DKI Jakarta.

Menurut dia, Ahok merusak kerukunan antaragama dan antarsuku atau ras yang tengah dirajut bangsa Indonesia. "Saya menolaknya adalah karena hati nurani saya meyakinkan bahwa dia bukan pemimpin yang cocok bagi masyarakat Jakarta apalagi Indonesia," ujar Din, Ahad (13/11).

Kiprah Ahok selama memimpin DKI Jakarta tidak sepi dari kelemahan-kelemahan mendasar. Ahok, kata Din, sangat patut diduga melakukan korupsi dalam kasus Rumah Sakit Sumber Waras dan reklamasi pulau-pulau di Teluk Jakarta.

"Namun KPK tidak berdaya menyeretnya seperti menyeret para tersangka yang diduga menerima suap dalam jumlah kecil sekalipun. Sepertinya ada kekuatan besar yang membelanya, dan pihak pemangku amanat dan  penentu kebijakan seperti tidak berdaya bekerja dengan hati nurani," kata dia.

Din menyimpulkan, Ahok bukanlah pemimpin mumpuni, apalagi bekerja untuk rakyat kecil. Menurut mantan Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah ini, Ahok lebih bekerja untuk para pengusaha besar.

"Prestasinya memimpin Jakarta selama ini lebih karena opini yang dibangun media-media pendukungnya yang tidak menampilkan keburukan-keburukannya. Apa yang dianggap sebagai  keberhasilan Ahok sesungguhnya sudah dimulai sejak masa Gubernur Joko Widodo, bahkan Gunernur Fauzi Wibowo dan Sutiyoso," ungkapnya.

Din melihat, debut Ahok yang loncat-loncat dari partai yang satu ke partai lain menunjukkan ambisi kekuasaan yang sangat oportunistik. Bahwa dia melupakan partai atau orang yang berjasa mendukungnya juga merupakan perilaku tidak etis dari seorang  pemimpin.

Bagi Din, Ahok adalah problem maker, bukan problem solver. "Takdir Allah yang memelesetkannya dengan ujaran kebencian di Pulau Seribu yang kemudian mendorong reaksi besar adalah tanda bahwa kekuasaan dan keadilan Ilahi sedang menempuh jalannya," ujarnya.

Dia berharap, kaum beriman dan umat beragama tidak mengabaikan hal tersebut. "Kita semua harus bersama-sama tergerak untuk menyelamatkan bangsa ini dari ketersanderaan dan perpecahan," kata Din.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement