Kamis 27 Sep 2018 17:14 WIB

Menjadi Muslim Korea

Muslim yang berdarah asli Korsel harus menyeimbangkan antara jati dirinya.

Muslim di Korea melangkah ke;uar dari salah satu masjid di Seoul.
Foto: EPA
Muslim di Korea melangkah ke;uar dari salah satu masjid di Seoul.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Seperti dilansir Aljazeera, kontak Islam dengan Semenanjung Korea telah berlangsung sejak berabad silam. Pada era Dinasti Joseon (1392-1910 M), kerajaan mengeluarkan dekrit yang melarang praktik ritual Islam dan penggunaan pakaian Muslim.

Dekrit itu dimaksudkan sebagai bagian pem batasan kontak dengan negara-negara asing pada 1427 M. Islam lalu dikenalkan kembali ke Korsel melalui tentara Turki yang terlibat dalam Perang Korea pada 1950-1953 M.

Kala itu, belasan ribu tentara Turki menjadi tenaga sukarela yang bahu-membahu membantu tentara Korsel. Selama perang, tentara Turki membangun tenda mushala.

Tenda itu semula memang khusus untuk tempat shalat tentara Turki. Namun, fungsinya berkembang jadi tempat berinteraksi tentara dari dua negara. Pada awal abad ke-20 itulah Islam perlahan mulai dikenal warga Korsel.

Setelah perang usai, banyak dari mereka memilih menetap dan mulai mengenalkan Islam kepada warga lokal. Keterlibatan tentara Turki dan bantuan sukarela itu meninggalkan kenangan tersendiri sehingga bangsa Turki seolah saudara sedarah bagi Korsel.

Dalam kehidupan sehari-hari, Muslim yang berdarah asli Korsel harus menyeimbangkan antara jati dirinya sebagai Muslim dan sebagai warga Korsel. Artinya, mereka harus menyeimbangkan antaridentitas kekoreaan mereka dengan agama yang mereka anut.

sumber : Islam Digest Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement